Untuk tugas kali ini, kami memilih untuk mewawancarai seorang dokter bedah plastik muda bernama dr. Karina, SpB. Pada siang itu, dr. Karina - yang konon adalah kakak ipar Andin - datang ke rumah Andin dan kami berdua pun mewawancarainya dalam suasana yang santai. Ditemani dengan segelas air dingin yang menyejukkan tenggorokan, kami pun memulai pembicaraan kami tentang profesi dr. Karina.
Dengan senyum ramahnya dan keceriaan yang jelas terdengar di suaranya, dr. Karina dengan sabar menjelaskan tentang profesinya kepada kami. Semuanya dimulai dengan alasan mengapa dr. Karina ingin menjadi dokter bedah plastik. Biasanya persepsi orang awam ketika mendengar profesi ini adalah untuk tujuan kecantikan semata, tetapi dr. Karina bisa menunjukkan kepada kami bahwa apa yang ia lakukan adalah lebih dari sekedar itu saja, melainkan untuk tujuan kemanusiaan.
Menurutnya, profesi dokter bedah plastik memiliki tujuan yang bisa memperbaiki body and soul, tidak seperti profesi dokter penyakit dalam atau dokter spesialis lainnya yang sebagian besar hanya memperbaiki body saja atau soul saja - misalnya psikiater. Dokter bedah plastik mampu memperbaiki fisik seseorang dan oleh sebab itu dapat meningkatkan kepercayaan dirinya, atau dengan kata lain, menyembuhkan mental atau soul seseorang. Dr. Karina memberikan contoh salah seorang pasiennya yang masih kecil tetapi bibirnya sumbing. Pasiennya ini tidak mau sekolah karena kekurangan fisiknya, sehingga setelah dioperasi, bibirnya sudah tidak sumbing lagi, dan kepercayaan dirinya pun muncul kembali.
Dr. Karina juga berkata bahwa setiap kali ia melakukan sebuah operasi, selalu ada saja ketakutan akan membuat dosa. Karena membedah seseorang, terutama dalam kasus ini adalah bedah plastik, sama saja kita mengubah apa yang sudah diberikan Tuhan kepada kita. Tetapi kalau dengan tujuan yang mulia - yaitu menyembuhkan fisik seseorang, seperti misalnya korban tawuran, bom, atau kebakaran, maka tidak bisa dikatakan bahwa profesi mbak Karina ini adalah dosa, bukan? Lain halnya kalau soal bedah estetika, karena yang diubah adalah sesuatu yang sudah indah tetapi terpaksa diubah demi memuaskan hasrat sang pasien yang terus saja tidak puas dengan tubuhnya yang ia miliki.
Dr. Karina mengaku pernah suatu hari menolak seorang pasien yang ingin membuat hidungnya lebih mancung, padahal tidak ada yang salah dengan hidungnya. Si pasien ini hanya merasa kurang puas dengan penampilan hidungnya. Dr. Karina pun secara mantap dan tegas menolak pasien ini, karena merasa tidak ingin mengubah sesuatu yang sebenarnya sudah indah demi materi. Masih banyak dokter - bahkan tak jarang dokter-dokter yang sudah senior - yang tergiur oleh kekuasaan materi, sehingga dengan alasan 'profesionalisme', mereka mau saja menerima pasien yang memiliki banyak uang dan tidak puas dengan tubuhnya yang sudah indah.
Selain itu, ketika kami tanyakan apakah dr. Karina pernah mengalami keharusan untuk mengambil keputusan yang sulit, dr. Karina pun bercerita tentang pengalamannya menghadapi seorang pasien yang bekerja di pabrik pemotongan kertas dan mengalami sebuah kecelakaan di tempat kerjanya sehingga tangannya terputus di antara ibu jari dan jari telunjuknya - jadi kalau tidak dioperasi, ia akan kehilangan 4 jarinya! - dan biaya operasinya bisa mencapai 20-25 juta rupiah. Namun sayangnya, perusahaan tempat ia bekerja tidak mau membiayai operasinya dan hanya akan memberikan uang 30 juta rupiah untuk diapakan saja olehnya, tetapi ia tidak dioperasi. Walaupun begitu, masih ada satu pilihan lagi, yaitu perusahaan akan membiayai satu kali operasi - sedangkan dalam kasus ini mungkin akan membutuhkan lebih dari satu kali operasi - tetapi ia dipecat dari pekerjaannya.
Mungkin karena pasien ini orang yang berkekurangan, maka ia memilih untuk mengambil uang 30 juta rupiah yang diberikan perusahaannya dan tidak dioperasi, sehingga oleh dr. Karina hanya dijahit saja lukanya agar rapi. Sambil menjahit lukanya, dr. Karina menangis membayangkan bagaimana seharusnya pasiennya ini bisa dioperasi dan mendapatkan seluruh fungsi jarinya dengan baik - karena umur pasien ini masih sekitar 23 tahun, masa depannya masih panjang - tetapi masa depannya saja sudah tidak jelas karena kehilangan 4 jari tangan kanannya yang tentu berguna bagi pekerjaannya, apapun itu nanti.
Kami cukup terharu mendengar cerita-cerita dari dr. Karina karena tidak menyangka ternyata dibalik stereotipe yang diberikan oleh orang-orang awam tentang profesi dokter bedah plastik - yang tujuannya hanya untuk kecantikan - masih ada begitu banyak rasa sosial dan kemanusiaan di diri dr. Karina dan banyak dokter bedah plastik lainnya. Kami pun sempat melihat beberapa foto dari laptop yang dr. Karina bawa dan melihat hasil pekerjaan dr. Karina.
Refleksi Pribadi Andin
Setelah mendengar begitu banyak kisah dibalik pekerjaan dr. Karina, saya yang selama ini menjadi adik iparnya - dan merasa sudah cukup banyak mengenalnya - saja masih terharu mendengar cerita-cerita yang dipaparkan oleh dr. Karina. Jujur, saya sendiri dulu juga bertanya-tanya, mengapa mbak Karin - demikian saya memanggilnya sehari-hari - mau menjadi dokter bedah plastik yang dulu saya kira hanya berurusan dengan kecantikan dan estetika saja. Tetapi saya mulai membuka diri dan berpikir, betapa mengharukan sebenarnya alasan dr. Karina ini. Pekerjaan dokter jujur saja adalah salah satu pekerjaan yang berbuat kebaikan dan dosa dalam waktu yang bersamaan. Berbuat kebaikan, karena membantu orang lain, tetapi berbuat dosa juga kalau kita tidak bekerja secara tulus dan mau dikuasai oleh uang sehingga tidak lagi bekerja sesuai dengan hati nurani kita.
Memang pekerjaan dr. Karina ini sangat menggiurkan karena dapat menghasilkan uang yang banyak, tetapi dr. Karina bisa mengontrol dirinya dan tidak memikirkan hanya materi saja tetapi bagaimana ia bisa berbuat banyak demi sesamanya. Saya berharap akan lebih banyak lagi orang-orang yang seperti dr. Karina ini agar dunia bisa menjadi lebih baik lagi. Saya sendiri ingin sekali menjadi orang dengan profesi yang bisa membantu sesama dengan menyembuhkan body and soul mereka juga. Walaupun saya tidak akan menjadi dokter bedah plastik namun saya bertekad akan mencari pekerjaan lain yang cara kerjanya serupa.
Refleksi Pribadi Tessa
Setelah melakukan wawancara dengan dr. Karina, saya merasa bahwa profesi dokter, apapun jenisnya, merupakan suatu profesi yang membawa kesembuhan bagi orang-orang. Demikian juga dengan profesi dr. Karina, yang mungkin selama ini memiliki kesan negatif di mata masyarakat, ternyata malah memiliki suatu kelebihan, yaitu dapat menyembuhkan baik fisik maupun mental, seperti yang sudah dikatakan oleh dr. Karina pada wawancara tadi. Saya jadi menyadari bahwa kita tidak boleh melihat suatu profesi dengan cap jelek, sebelum kita mengenal profesi tersebut lebih dalam. Saya pun sangat terkesan dengan kata-kata dr. Karina, yang menyebutkan bahwa dirinya tidak mau mengubah yang sudah diberikan oleh Tuhan. Saya menjadi semakin menghargai dan mengerti, apa yang sudah diberikan Tuhan kepada kita, sebenarnya merupakan suatu anugrah yang sangat besar.
Dengan senyum ramahnya dan keceriaan yang jelas terdengar di suaranya, dr. Karina dengan sabar menjelaskan tentang profesinya kepada kami. Semuanya dimulai dengan alasan mengapa dr. Karina ingin menjadi dokter bedah plastik. Biasanya persepsi orang awam ketika mendengar profesi ini adalah untuk tujuan kecantikan semata, tetapi dr. Karina bisa menunjukkan kepada kami bahwa apa yang ia lakukan adalah lebih dari sekedar itu saja, melainkan untuk tujuan kemanusiaan.
Menurutnya, profesi dokter bedah plastik memiliki tujuan yang bisa memperbaiki body and soul, tidak seperti profesi dokter penyakit dalam atau dokter spesialis lainnya yang sebagian besar hanya memperbaiki body saja atau soul saja - misalnya psikiater. Dokter bedah plastik mampu memperbaiki fisik seseorang dan oleh sebab itu dapat meningkatkan kepercayaan dirinya, atau dengan kata lain, menyembuhkan mental atau soul seseorang. Dr. Karina memberikan contoh salah seorang pasiennya yang masih kecil tetapi bibirnya sumbing. Pasiennya ini tidak mau sekolah karena kekurangan fisiknya, sehingga setelah dioperasi, bibirnya sudah tidak sumbing lagi, dan kepercayaan dirinya pun muncul kembali.
Dr. Karina juga berkata bahwa setiap kali ia melakukan sebuah operasi, selalu ada saja ketakutan akan membuat dosa. Karena membedah seseorang, terutama dalam kasus ini adalah bedah plastik, sama saja kita mengubah apa yang sudah diberikan Tuhan kepada kita. Tetapi kalau dengan tujuan yang mulia - yaitu menyembuhkan fisik seseorang, seperti misalnya korban tawuran, bom, atau kebakaran, maka tidak bisa dikatakan bahwa profesi mbak Karina ini adalah dosa, bukan? Lain halnya kalau soal bedah estetika, karena yang diubah adalah sesuatu yang sudah indah tetapi terpaksa diubah demi memuaskan hasrat sang pasien yang terus saja tidak puas dengan tubuhnya yang ia miliki.
Dr. Karina mengaku pernah suatu hari menolak seorang pasien yang ingin membuat hidungnya lebih mancung, padahal tidak ada yang salah dengan hidungnya. Si pasien ini hanya merasa kurang puas dengan penampilan hidungnya. Dr. Karina pun secara mantap dan tegas menolak pasien ini, karena merasa tidak ingin mengubah sesuatu yang sebenarnya sudah indah demi materi. Masih banyak dokter - bahkan tak jarang dokter-dokter yang sudah senior - yang tergiur oleh kekuasaan materi, sehingga dengan alasan 'profesionalisme', mereka mau saja menerima pasien yang memiliki banyak uang dan tidak puas dengan tubuhnya yang sudah indah.
Selain itu, ketika kami tanyakan apakah dr. Karina pernah mengalami keharusan untuk mengambil keputusan yang sulit, dr. Karina pun bercerita tentang pengalamannya menghadapi seorang pasien yang bekerja di pabrik pemotongan kertas dan mengalami sebuah kecelakaan di tempat kerjanya sehingga tangannya terputus di antara ibu jari dan jari telunjuknya - jadi kalau tidak dioperasi, ia akan kehilangan 4 jarinya! - dan biaya operasinya bisa mencapai 20-25 juta rupiah. Namun sayangnya, perusahaan tempat ia bekerja tidak mau membiayai operasinya dan hanya akan memberikan uang 30 juta rupiah untuk diapakan saja olehnya, tetapi ia tidak dioperasi. Walaupun begitu, masih ada satu pilihan lagi, yaitu perusahaan akan membiayai satu kali operasi - sedangkan dalam kasus ini mungkin akan membutuhkan lebih dari satu kali operasi - tetapi ia dipecat dari pekerjaannya.
Mungkin karena pasien ini orang yang berkekurangan, maka ia memilih untuk mengambil uang 30 juta rupiah yang diberikan perusahaannya dan tidak dioperasi, sehingga oleh dr. Karina hanya dijahit saja lukanya agar rapi. Sambil menjahit lukanya, dr. Karina menangis membayangkan bagaimana seharusnya pasiennya ini bisa dioperasi dan mendapatkan seluruh fungsi jarinya dengan baik - karena umur pasien ini masih sekitar 23 tahun, masa depannya masih panjang - tetapi masa depannya saja sudah tidak jelas karena kehilangan 4 jari tangan kanannya yang tentu berguna bagi pekerjaannya, apapun itu nanti.
Kami cukup terharu mendengar cerita-cerita dari dr. Karina karena tidak menyangka ternyata dibalik stereotipe yang diberikan oleh orang-orang awam tentang profesi dokter bedah plastik - yang tujuannya hanya untuk kecantikan - masih ada begitu banyak rasa sosial dan kemanusiaan di diri dr. Karina dan banyak dokter bedah plastik lainnya. Kami pun sempat melihat beberapa foto dari laptop yang dr. Karina bawa dan melihat hasil pekerjaan dr. Karina.
Refleksi Pribadi Andin
Setelah mendengar begitu banyak kisah dibalik pekerjaan dr. Karina, saya yang selama ini menjadi adik iparnya - dan merasa sudah cukup banyak mengenalnya - saja masih terharu mendengar cerita-cerita yang dipaparkan oleh dr. Karina. Jujur, saya sendiri dulu juga bertanya-tanya, mengapa mbak Karin - demikian saya memanggilnya sehari-hari - mau menjadi dokter bedah plastik yang dulu saya kira hanya berurusan dengan kecantikan dan estetika saja. Tetapi saya mulai membuka diri dan berpikir, betapa mengharukan sebenarnya alasan dr. Karina ini. Pekerjaan dokter jujur saja adalah salah satu pekerjaan yang berbuat kebaikan dan dosa dalam waktu yang bersamaan. Berbuat kebaikan, karena membantu orang lain, tetapi berbuat dosa juga kalau kita tidak bekerja secara tulus dan mau dikuasai oleh uang sehingga tidak lagi bekerja sesuai dengan hati nurani kita.
Memang pekerjaan dr. Karina ini sangat menggiurkan karena dapat menghasilkan uang yang banyak, tetapi dr. Karina bisa mengontrol dirinya dan tidak memikirkan hanya materi saja tetapi bagaimana ia bisa berbuat banyak demi sesamanya. Saya berharap akan lebih banyak lagi orang-orang yang seperti dr. Karina ini agar dunia bisa menjadi lebih baik lagi. Saya sendiri ingin sekali menjadi orang dengan profesi yang bisa membantu sesama dengan menyembuhkan body and soul mereka juga. Walaupun saya tidak akan menjadi dokter bedah plastik namun saya bertekad akan mencari pekerjaan lain yang cara kerjanya serupa.
Refleksi Pribadi Tessa
Setelah melakukan wawancara dengan dr. Karina, saya merasa bahwa profesi dokter, apapun jenisnya, merupakan suatu profesi yang membawa kesembuhan bagi orang-orang. Demikian juga dengan profesi dr. Karina, yang mungkin selama ini memiliki kesan negatif di mata masyarakat, ternyata malah memiliki suatu kelebihan, yaitu dapat menyembuhkan baik fisik maupun mental, seperti yang sudah dikatakan oleh dr. Karina pada wawancara tadi. Saya jadi menyadari bahwa kita tidak boleh melihat suatu profesi dengan cap jelek, sebelum kita mengenal profesi tersebut lebih dalam. Saya pun sangat terkesan dengan kata-kata dr. Karina, yang menyebutkan bahwa dirinya tidak mau mengubah yang sudah diberikan oleh Tuhan. Saya menjadi semakin menghargai dan mengerti, apa yang sudah diberikan Tuhan kepada kita, sebenarnya merupakan suatu anugrah yang sangat besar.
No comments:
Post a Comment