Saturday, April 26, 2008

Di Balik Usaha Nasi Goreng Pak Heru - Wawancara by Noni & Marlyn












Sore itu saat kami datang dan menyampaikan keinginan kami untuk mewawancarainya, seorang penjual nasi goreng di kawasan kompleks perumahan Gaind Arcadia, Kelapa Gading itu menerima kami deng aseulas senyuman ramah dan anggukan. Walau nampak lelah, ia tetap menerima kami dengan senang hati.

Pak Heru yang berusia 31 tahun dan berasal dari Kuningan, Jawa Barat ini adalah seorang penjual nasi goreng dan telah menjalani profesinya sebagai penjual nasi goreng sejak 6 tahun silam. Setelah tamat Sekolah Menengah Pertama, Pak Heru tidak melanjutkan sekolah karena keterbatasan ekonomi keluarganya. Ia pun segera berangkat ke Jakarta untuk mencari pekejaan. Awalnya ia bekerja sebagai kuli bangunan dan bekerja untuk proyek pembangunan sebuah rumah. Setelah rumah tersebut selesai di bangun, Pak Heru otomatis menganggur. Ia berusaha mencari pekerjaan lain kesana-kemari namun Ia tidak juga memperoleh pekerjaan. Ia sempat putus asa karena tidak juga memperoleh pekerjaan sedangkan kebutuhan hidup sehari-hari tidak dapat dihindari dan mendesak untuk dipenuhi.


Karena keinginannya yang kuat untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri tanpa membebani orang tua, Pak Heru tetap berusaha mencari pekerjaan dan siap untuk bekerja apa saja, yang penting Ia memperoleh penghasilan. Hingga akhirnya ada seorang temannya yang berprofesi sebagai penjual nasi goreng keliling mengajaknya untuk menjadi pedagang nasi goreng. Ia pun menerima ajakan temannya tersebut dan meminta diajari cara membuat nasi goreng.

Hanya dalam waktu tiga hari, Pak Heru sudah dapat membuat nasi goreng dan memulai usahanya sendiri. Berbekal gerobak seadanya, ia memulai usaha berjualan nasi goreng di kompleks Janur Kuning, Kelapa Gading. Rasa nasi goreng yang pas dan enak membuat dagangannya cukup laku dan memberinya keuntungan sehingga ia bisa membeli sebuah gerobak lagi dan membuka cabang di depan Karaoke Inul Vista di kawasan Kelapa Gading. Cabang tersebut dikelola oleh temannya dan penghasilan dari cabang tersebut dibagi dua.

Sekitar setahun yang lalu, ada seorang pelanggan yang memuji kelezatan nasi goreng buatan Pak Heru dan menawarkan untuk bekerja di kantin milik pelanggan tersebut. Pak Heru pun setuju dan mulai saat itu, Ia berjualan di rumah pelanggan tadi yang memang membuka kantin di garasi rumahnya yang terletak di kompleks perumahan Gading Arcadia, Kelapa Gading. Setiap bulan Ia memperoleh gaji dari pemilik kantin tersebut sebesar 35% dari total penghasilan per bulan. Dalam sehari Ia bisa memperoleh penghasilan sekitar seratus ribu Rupiah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup Pak Heru dan keluarganya. Selain itu, Pak Heru juga tidak lupa menyisihkan sebagian penghasilan bulanannya untuk kedua orang tua di kampung sebagai perwujudan baktinya pada orang tua.

Selama 6 tahun bekerja sebagai penjual nasi goreng, Pak Heru mengakui banyak suka duka yang Ia alami. Jika banyak pelanggan yang membeli, Ia sudah sangat senang. Tapi jika dagangannya sepi, Ia merasa sedih dan sekali waktu pernah juga merugi. Pak Heru sudah merasa bersyukur pada Tuhan bisa memperoleh pekerjaan yang gajinya bisa mencukupi kebutuhan hidupnya. Ia tidak merasa minder dan malu menjadi penjual nasi goreng. Baginya yang penting pekerjaannya halal. Meski ada keinginan untuk bisa memperoleh pekerjaan yang lebih baik dan gaji yang lebih tinggi, Pak Heru tetap bersyukur dan ikhlas serta senantiasa mempasrahkan hidup dan masa depannya pada Yang Kuasa. “Yah, moga-moga kalo Tuhan mengizinkan saya dikasi rejeki lebih, Alhamdulilah saya bisa buka restoran sendiri.”



Refleksi Pribadi

Setelah mewawancarai Pak Heru, saya benar-benar merasa kagum. Dari percakapan yang singkat itu, saya sudah dapat melihat bahwa Pak Heru adalah orang yang kaya akan nilai-nilai hidup. Sesuatu yang menurut saya cukup langka bagi orang-orang zaman sekarang.Pertama, Pak Heru adalah orang yang beriman. Mengapa saya dapat menyimpulkan demikian? Karena Ia ikhlas dan tetap bersyukur meski Ia hanya bekerja sebagai penjual nasi goreng. Meski memiliki cita-cita sendiri, Ia tetap mempasrahkan masa depannya pada Tuhan. Ia juga selalu kelihatan tersenyum yang menandakan bahwa Ia selalu bersyukur.
Kedua, Pak Heru adalah seorang pekerja keras dan ulet. Tidak seperti penjual-penjual lainnya yang sering mengeluh dan banyak bicara, Pak Heru lebih banyak diam dan bekerja dengan cekatan. Tidak sampai sepuluh menit nasi goreng buatannya sudah siap disantap.
Ketiga, Pak Heru adalah orang yang mandiri dan berbakti pada orang tua. Meski masih muda belia dan tidak tahu apa-apa, ketika lulus Sekolah Menengah Pertama Pak Heru berusaha mencari pekerjaan demi membantu ekonomi keluarganya. Ia juga tidak ingin menggantungkan hidupnya dengan membebani kedua orang tuanya.
Keempat, Pak Heru adalah orang yang sangat pandai me-manage segala sesuatu dalam hidupnya. Ia dapat mengatur seluruh keuangan dan keperluan hidupnya serta mampu memotivasi dirinya untuk berbuat sesuatu demi kemajuannya tanpa perlu motivasi dan dukungan orang-orang terdekatnya, yaitu keluarga.
Bercermin dari pribadi Pak Heru, saya jadi tertantang untuk dapat lebih mengembangkan nilai-nilai hidup dalam diri saya. Bahkan saya sempat merasa malu karena saya yang berpendidikan lebih tinggi dan dibesarkan dalam keluarga yang selalu mendukung saya saja tidak memiliki motivasi dan semangat juang yang tinggi seperti Pak Heru. Selain itu dari wawancara ini saya belajar untuk bersyukur atas segala berkat Tuhan yang telah saya peroleh, mengingatkan saya untuk berbakti pada orang tua dan belajar untuk berpasarah pada kehendak Tuhan. Yang pasti, wawancara dengan Pak Heru membuat saya belajar tentang banyak hal penting dalam hidup.
(Angeline Iskandar XIBah-1)

Setelah melakukan wawancara dengan Pak Heru, saya jadi sadar betapa Tuhan itu sebenarnya sudah sangat baik karena telah memberikan berkat bagi kehidupan saya sehingga saya bisa hidup berkecukupan seperti sekarang ini. Masih banyak orang di luar sana yang tidak seberuntung saya, malah banyak dari antara mereka, seperti contohnya Pak Heru, yang sudah harus bekerja untuk membantu menghidupi keluarganya di saat ia seharusnya masih bersekolah. Saya jadi lebih bisa mensyukuri apa yang telah saya terima sekarang karena saya sadar bahwa semua yang telah Tuhan berikan pasti adalah yang terbaik bagi hidup saya, meskipun seringkali mungkin hal itu tidak sesuai dengan keinginan saya sendiri. Saya jadi malu pada diri saya sendiri, Pak Heru yang kehidupan ekonominya pas-pasan atau bahkan kurang itu saja masih bisa selalu mengingat Tuhan, masih bisa selalu mengucap syukur, sedangkan saya seringkali mengeluh atas apa yang telah saya peroleh dan terus-menerus menuntut lebih. Pak Heru juga menyadarkan saya bahwa apapun yang terjadi dalam hidup ini, kita jangan pernah melupakan orangtua kita karena berkat orangtualah kita bisa hidup dengan baik sampai saat ini. Jangan pernah melupakan jasa mereka dan terus berbaktilah pada mereka meskipun kita sudah menjadi oran gyang skses nantinya. Seperti yang telah dikatakan oleh Noni, wawancara dengan Pak Heru telah menyadarkan saya akan nilai-nilai hidup yang selama ini mungkin telah saya lupakan.
(Marlyn XIBah-13)

No comments: