Saturday, April 26, 2008

Tiara-Yuke / 17-22
















Wawancara (Tiara-17 & Yuke-22)

Selama hampir 2 tahun kami bersekolah disini, jadi kami pasti mengerti kalau ada yang menyebut ‘om kantin pinggir’. Ya, kebanyakan anak Sanur memang tidak tahu siapa nama asli si om yang bersangkutan, tapi kita hanya mengenalnya dari aktivitasnya tiap hari saat menyiapkan makanan buat kita semua bersama beberapa pegawainya, juga dari letak kiosnya di sudut paling kiri kantin – yang memunculkan panggilan ‘om kantin pinggir’ dari anak-anak Sanur. Mengingat eksistensinya -sebagai penyedia konsumsi sehari-hari- yang cukup vital bagi murid-murid seperti kita, jadi kami rasa tak ada salahnya kami mengulas sedikit lebih jauh tentang si om yang sebenarnya bernama asli Biantoro Setiawan ini.

Om Pinggir –kami memutuskan memanggilnya begitu mengingat nama inilah yang lebih familiar bagi komunitas Sanur- sudah 3 tahun lebih berjualan di kantin Sanur, tepatnya sejak 18 Agustus 2004. Sebelumya si om adalah seorang kontraktor yang juga nyambi kerja sebagai pengusaha travel dan kafe, namun tawaran dari Suster akhirnya membawanya bekerja di kantin Sanur sampai sekarang. Si om menerima tawaran tersebut karena ia suka menghadapi anak-anak, terutama anak kecil yang menurutnya lucu dan menggemaskan.

Di kantin Sanur, Om Pinggir tidak bekerja sendirian. Ia dibantu oleh 3 orang karyawan, yang hampir semuanya sudah ikut bekerja bersama si om sejak awal kantin si om dibuka. Ketiga karyawan ini adalah Siti, Tri, dan Yati. Lalu istri si om kemana? Kok tidak pernah terlihat di kantin? Ternyata istri si om sibuk dengan pekerjaannya sebagai karyawan bank sekaligus pengusaha catering. Jadi sejauh ini, peranan si tante dalam mendukung usaha kantin si om ‘hanya’ memberi resep dan juga menciptakan menu-menu baru agar kita tidak bosan, meskipun sebenarnya peranan si tante kurang tepat kalau kami sebut ‘hanya’.

Demi mengisi ruang kosong di perut anak-anak Sanur, setiap harinya si om berangkat dari rumahnya di Jelambar, Jakarta Barat pukul 7 pagi. Setibanya di Sanur, bersama ketiga pegawainya si om bergegas menyiapkan peralatan-peralatan masak dan bahan makanan yang akan disajikan nanti. Kantin si om buka setiap harinya dari jam 8 sampai jam 3 sore. Kira-kira berapa keuntungan yang si om dapat setiap harinya? Ternyata si om tidak pernah menghitung, atau tepatnya tidak pernah sempat menghitungnya, karena setipa saat kantin selalu penu dibanjiri anak-anak yang kelaparan ingin segera makan, jadi si om sendiri tidak tahu dan tidak begitu peduli berapa besar yang sudah ia dapatkan tiap harinya. Meskipun begitu, si om sempat mengeluhkan kondisi kantin yang tidak selaku sebelumnya, seperti 2 tahun lalu saat kantin sedang laris-larisnya. Om Pinggir bererita, 2 tahun lalu ia sampai harus mempekerjakan 5 orang pegawai, bahkan sampai istri si om pun harus ikut turun tangan. Sekarang, termasuk si om, di kantin itu hanya ada 4 orang.

Tapi, apakah si om senang bekerja di kantin Sanur? Dengan pasti ia menjawab ya, karena –seperti yang sudah ia sebutkan tadi- ia suka anak-anak. Lalu dukanya? Para pegawai om ikut menjawab, sekolah jarang memberi informasi kalau anak-anak akan dipulangkan lebih cepat, jadi makanan yang sudah disiapkan sering mubazir. Selain itu, anak-anak SD banyak yang sering berhutang dan lupa membayar. Namun si om bisa maklum, baginya itu wajar karena anak SD memang uang sakunya tidak sebanyak anak SMP atau SMA, jadi ia tidak keberatan kalau mereka hanya mampu membayar sesuai banyak uang yang mereka punya, meskipun kurang dari harga makanan yang seharusnya.

Rencana kedepannya, apakah si om masih ingin bekerja sebagai ‘juragan kantin’? Jawabannya: serahkan saja pada Tuhan. Kata si om, ia tidak mau berencana karena Tuhan sudah punya rencana sendiri buatnya.Si om masih ingin berada di kantin Sanur, tapi sekali lagi, semua itu ia pasrahkan pada kehendak Tuhan. Kalau Tuhan ingin saya disini, maka disinilah saya, begitu ucapnya menutup perbincangan kami.

REFLEKSI PRIBADI (YUKE - 22)
Saya kagum dengan si om, karena zaman sekarang ini tentu jarang ada orang yang mau bekerja di kantin sekolahan, mengingat besarnya keuntungan yang tidak tetap tiap bulannya. Tapi si om tetap bertahan di Sanur dan tetap mencintai pekrejaannya atas dasar rasa cintanya terhadap anak-anak. Jujur, saya ingin bisa seperti si om, bekerja atas dasar hati dan bukannya materi.
REFLEKSI PRIBADI (TIARA – 17)
Om telah melakukan suatu pekerjaan yang sederhana secara manusiawi. Namun dengan motivasi yang begitu mulia, ia telah menunjukkan eksistensi yang lebih berbeda dan memberikan warna yang positif bagi kehidupannya. Bagi saya, motivasi utama dari seorang pribadi yang begitu sederhana ini dapat menjadi inspirasi yang begitu luar biasa. Saya dapat belajar untuk lebih memaknai segala hal yang terjadi di dalam hidup dengan penuh rasa syukur dan lebih menyerahkan diri sepenuhnya ke dalam rencana Tuhan. Keuntungan secara materi tidak pernah menjadi tujuan utama dalam setiap pekerjaan yang dilakukan oleh Om Biantoro. Secara jujur ia menjalani profesi ini sebagai rasa cintanya pada anak-anak dan keinginan untuk melayani orang lain. Dengan melihat kenyataan ini, kita patut bercermin diri dan berusaha untuk melakukan pekerjaan dan tanggung jawab, bukan sebagai sarana untuk mencari kemuliaan diri, akan tetapi lebih kepada pelayanan yang penuh terhadap Tuhan dan sesama.










FOTO KETINGGALAN! hehehe gatau cara postnya -.-

Di Balik Usaha Nasi Goreng Pak Heru - Wawancara by Noni & Marlyn












Sore itu saat kami datang dan menyampaikan keinginan kami untuk mewawancarainya, seorang penjual nasi goreng di kawasan kompleks perumahan Gaind Arcadia, Kelapa Gading itu menerima kami deng aseulas senyuman ramah dan anggukan. Walau nampak lelah, ia tetap menerima kami dengan senang hati.

Pak Heru yang berusia 31 tahun dan berasal dari Kuningan, Jawa Barat ini adalah seorang penjual nasi goreng dan telah menjalani profesinya sebagai penjual nasi goreng sejak 6 tahun silam. Setelah tamat Sekolah Menengah Pertama, Pak Heru tidak melanjutkan sekolah karena keterbatasan ekonomi keluarganya. Ia pun segera berangkat ke Jakarta untuk mencari pekejaan. Awalnya ia bekerja sebagai kuli bangunan dan bekerja untuk proyek pembangunan sebuah rumah. Setelah rumah tersebut selesai di bangun, Pak Heru otomatis menganggur. Ia berusaha mencari pekerjaan lain kesana-kemari namun Ia tidak juga memperoleh pekerjaan. Ia sempat putus asa karena tidak juga memperoleh pekerjaan sedangkan kebutuhan hidup sehari-hari tidak dapat dihindari dan mendesak untuk dipenuhi.


Karena keinginannya yang kuat untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri tanpa membebani orang tua, Pak Heru tetap berusaha mencari pekerjaan dan siap untuk bekerja apa saja, yang penting Ia memperoleh penghasilan. Hingga akhirnya ada seorang temannya yang berprofesi sebagai penjual nasi goreng keliling mengajaknya untuk menjadi pedagang nasi goreng. Ia pun menerima ajakan temannya tersebut dan meminta diajari cara membuat nasi goreng.

Hanya dalam waktu tiga hari, Pak Heru sudah dapat membuat nasi goreng dan memulai usahanya sendiri. Berbekal gerobak seadanya, ia memulai usaha berjualan nasi goreng di kompleks Janur Kuning, Kelapa Gading. Rasa nasi goreng yang pas dan enak membuat dagangannya cukup laku dan memberinya keuntungan sehingga ia bisa membeli sebuah gerobak lagi dan membuka cabang di depan Karaoke Inul Vista di kawasan Kelapa Gading. Cabang tersebut dikelola oleh temannya dan penghasilan dari cabang tersebut dibagi dua.

Sekitar setahun yang lalu, ada seorang pelanggan yang memuji kelezatan nasi goreng buatan Pak Heru dan menawarkan untuk bekerja di kantin milik pelanggan tersebut. Pak Heru pun setuju dan mulai saat itu, Ia berjualan di rumah pelanggan tadi yang memang membuka kantin di garasi rumahnya yang terletak di kompleks perumahan Gading Arcadia, Kelapa Gading. Setiap bulan Ia memperoleh gaji dari pemilik kantin tersebut sebesar 35% dari total penghasilan per bulan. Dalam sehari Ia bisa memperoleh penghasilan sekitar seratus ribu Rupiah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup Pak Heru dan keluarganya. Selain itu, Pak Heru juga tidak lupa menyisihkan sebagian penghasilan bulanannya untuk kedua orang tua di kampung sebagai perwujudan baktinya pada orang tua.

Selama 6 tahun bekerja sebagai penjual nasi goreng, Pak Heru mengakui banyak suka duka yang Ia alami. Jika banyak pelanggan yang membeli, Ia sudah sangat senang. Tapi jika dagangannya sepi, Ia merasa sedih dan sekali waktu pernah juga merugi. Pak Heru sudah merasa bersyukur pada Tuhan bisa memperoleh pekerjaan yang gajinya bisa mencukupi kebutuhan hidupnya. Ia tidak merasa minder dan malu menjadi penjual nasi goreng. Baginya yang penting pekerjaannya halal. Meski ada keinginan untuk bisa memperoleh pekerjaan yang lebih baik dan gaji yang lebih tinggi, Pak Heru tetap bersyukur dan ikhlas serta senantiasa mempasrahkan hidup dan masa depannya pada Yang Kuasa. “Yah, moga-moga kalo Tuhan mengizinkan saya dikasi rejeki lebih, Alhamdulilah saya bisa buka restoran sendiri.”



Refleksi Pribadi

Setelah mewawancarai Pak Heru, saya benar-benar merasa kagum. Dari percakapan yang singkat itu, saya sudah dapat melihat bahwa Pak Heru adalah orang yang kaya akan nilai-nilai hidup. Sesuatu yang menurut saya cukup langka bagi orang-orang zaman sekarang.Pertama, Pak Heru adalah orang yang beriman. Mengapa saya dapat menyimpulkan demikian? Karena Ia ikhlas dan tetap bersyukur meski Ia hanya bekerja sebagai penjual nasi goreng. Meski memiliki cita-cita sendiri, Ia tetap mempasrahkan masa depannya pada Tuhan. Ia juga selalu kelihatan tersenyum yang menandakan bahwa Ia selalu bersyukur.
Kedua, Pak Heru adalah seorang pekerja keras dan ulet. Tidak seperti penjual-penjual lainnya yang sering mengeluh dan banyak bicara, Pak Heru lebih banyak diam dan bekerja dengan cekatan. Tidak sampai sepuluh menit nasi goreng buatannya sudah siap disantap.
Ketiga, Pak Heru adalah orang yang mandiri dan berbakti pada orang tua. Meski masih muda belia dan tidak tahu apa-apa, ketika lulus Sekolah Menengah Pertama Pak Heru berusaha mencari pekerjaan demi membantu ekonomi keluarganya. Ia juga tidak ingin menggantungkan hidupnya dengan membebani kedua orang tuanya.
Keempat, Pak Heru adalah orang yang sangat pandai me-manage segala sesuatu dalam hidupnya. Ia dapat mengatur seluruh keuangan dan keperluan hidupnya serta mampu memotivasi dirinya untuk berbuat sesuatu demi kemajuannya tanpa perlu motivasi dan dukungan orang-orang terdekatnya, yaitu keluarga.
Bercermin dari pribadi Pak Heru, saya jadi tertantang untuk dapat lebih mengembangkan nilai-nilai hidup dalam diri saya. Bahkan saya sempat merasa malu karena saya yang berpendidikan lebih tinggi dan dibesarkan dalam keluarga yang selalu mendukung saya saja tidak memiliki motivasi dan semangat juang yang tinggi seperti Pak Heru. Selain itu dari wawancara ini saya belajar untuk bersyukur atas segala berkat Tuhan yang telah saya peroleh, mengingatkan saya untuk berbakti pada orang tua dan belajar untuk berpasarah pada kehendak Tuhan. Yang pasti, wawancara dengan Pak Heru membuat saya belajar tentang banyak hal penting dalam hidup.
(Angeline Iskandar XIBah-1)

Setelah melakukan wawancara dengan Pak Heru, saya jadi sadar betapa Tuhan itu sebenarnya sudah sangat baik karena telah memberikan berkat bagi kehidupan saya sehingga saya bisa hidup berkecukupan seperti sekarang ini. Masih banyak orang di luar sana yang tidak seberuntung saya, malah banyak dari antara mereka, seperti contohnya Pak Heru, yang sudah harus bekerja untuk membantu menghidupi keluarganya di saat ia seharusnya masih bersekolah. Saya jadi lebih bisa mensyukuri apa yang telah saya terima sekarang karena saya sadar bahwa semua yang telah Tuhan berikan pasti adalah yang terbaik bagi hidup saya, meskipun seringkali mungkin hal itu tidak sesuai dengan keinginan saya sendiri. Saya jadi malu pada diri saya sendiri, Pak Heru yang kehidupan ekonominya pas-pasan atau bahkan kurang itu saja masih bisa selalu mengingat Tuhan, masih bisa selalu mengucap syukur, sedangkan saya seringkali mengeluh atas apa yang telah saya peroleh dan terus-menerus menuntut lebih. Pak Heru juga menyadarkan saya bahwa apapun yang terjadi dalam hidup ini, kita jangan pernah melupakan orangtua kita karena berkat orangtualah kita bisa hidup dengan baik sampai saat ini. Jangan pernah melupakan jasa mereka dan terus berbaktilah pada mereka meskipun kita sudah menjadi oran gyang skses nantinya. Seperti yang telah dikatakan oleh Noni, wawancara dengan Pak Heru telah menyadarkan saya akan nilai-nilai hidup yang selama ini mungkin telah saya lupakan.
(Marlyn XIBah-13)

wawancara dengan seorang pembantu rumah tangga

Nama mba siapa?

Nama saya Lia.

Pekerjaan mba sehari-hari sebagai ap?

Pembantu rumah tangga.

Sudah berapa lama mba bekerja?

Kurang lebih 5 tahun.

Biasanya mba kerja dari jam berapa sampai jam berapa?

Dari jam 08.00 pagi sampai 17.00 sore.

Mengapa mba memilih untuk bekerja seperti ini?

Karena orang tua saya sudah tidak mampu membiayai sekolah. Ayah saya juga sudah tidak ada. Ibu saya mempunyai penyakit yang parah dan membutuhkan biaya banyak untuk bisa sembuh. Sanak saudara saya juga pekerjaannya tidak cukup untuk membiayai pengobatan ibu saya, apalagi mereka sudah berkeluarga.

Perasaan mba saat pertama kali bekerja menjadi PRT?

pertamanya sih saya ragu dengan pekerjaan ini. Tapi lama kelamaan saya jadi bisa menjalaninya dengan baik.


Gaji mba per bulan kira-kira cukup ga buat memenuhi kebutuhan?

kalau boleh jujur, gaji saya kurang cukup untuk kebutuhan sehari-hari. Tapi sebisa mungkin saya atur sehingga itu mencukupi.


Kira-kira, mba bakal melanjutkan pekerjaan ini untuk seterusnya atau memilih untuk mencari pekerjaan lain?

kalau dapat yang bagus, ya lebih baik pindah kerja. Tapi kalau tidak, ya tetap ngejalanin aja. Selama ini sih saya belum pernah memikirkan untuk pindah kerja karena mencari pekerjaan itu susah.


Apakah mba pernah merasa minder dengan pekerjaan mba?

pertama kali bekerja sih sempat merasa minder. Tapi lama kelamaan tidak lagi.


Pernah diremehkan orang lain ga mba atas pekerjaan ini?

pernah, waktu pertama kali saya tiba di rumah majikan saya.

Marsha XI Bahasa - 14

Shinta XI Bahasa - 21



refleksi pribadi Marsha:

setelah saya mewawancarai seorang pembantu rumah tangga, ternyata tidak mudah untuk menerimanya karena sering mendapat celaan dan hinaan atas pekerjaan tersebut. saya menyadari pula kalau mencari pekerjaan atau mencari nafkah itu tidak mudah dan harus menemukan pekerjaan yang benar-benar sesuai dengan diri kita masing-masing. selain itu, kita jangan menyia-nyiakan uang yang diperoleh dari hasil pekerjaan orang tua karena walaupun begitu, orang tua kita sudah bersusah payah bekerja untuk mendapatkan nafkah yang digunakan untuk memenuhi kehidupan sehari-hari. dan juga jangan meremehkan pekerjaan orang lain.

refleksi pribadi Shinta :

pekerjaan tiap orang berbeda-beda tergantung dari bakat dan kemampuan masing-masing. kita jangan mudah putus asa dalam mencari atau menjalani pekerjaan tersebut karena demi mendapatkan nafkah untuk pemenuhan kehidupan sehari-hari. jangan pernah menganggap remeh pekerjaan orang lain, walaupun hanya sebagai pembantu rumah tangga karena semua pekerjaan di mata Tuhan itu sama dan yang penting mendapat nafkah dari cara yang baik di mata Tuhan.

Wawancara

Wawancara:

Siang hari kami menemui Pak Tumiran di Gereja Bonaventura, Pulo Mas. Beliau telah bekerja selama 17 tahun di sana sebagai satpam. Pak Tumiran yang akrab disapa Pak Tum ialah seorang bapak yang ramah dan menyenangkan. Ketika diwawancara pun bapak kelahiran Boyolali, 14 November 1972 ini kerap bercanda dan menjawab pertanyaan kami dengan santai, membuat kami senang berbincang dengannya. Yang unik dari pak Tum ialah, meski bekerja untuk Gereja Katolik, ia ternyata beragama Islam. Ceritanya, beliau mendapatkan pekerjaan ini dengan bantuan seorang umat dari Gereja tersebut. Pada saat itu ia memutuskan untuk mencoba pekerjaan menjadi satpam di gereja. Pekerjaanya menjaga Wisma Pastoran Paroki Bonaventura dan mengontrol keaman tamu yang masuk ke gereja dan ke luar Gereja. Selain itu di saat misa ia juga menjaga mobil-mobil umat Gereja. Memang pekerjaannya terlihat biasa saja dan menjenuhkan, namun baginya pekerjaan itu yang membuatnya nyaman dan bahagia meski terkadang tidak lepas dari kejenuhan. Baginya semua yang ia lakukan ialah untuk melayani sesamanya dan mencari nafkah bagi keluarganya. Ia merasa nyaman berada di lingkungan Gereja karena didukung oleh orang-orang yang berada di sekitarnya yang membuat Pak Tum giat bekerja. Meski Pak Tum bekerja menjadi satpam bukan berarti ia bekerja seharian, ia bekerja di gereja hanya 6 jam dan sisanya merupakan waktunya berkumpul bersama keluarganya di rumah. Ia juga tidak lupa melaksanakan sholat 5 waktunya meski bekerja di gereja karena bagi Pak Tum hidup ini berasal dari Tuhan yang harus disyukuri.

Refleksi Ninis/4:

Etos kerja ialah suatu pedoman atau prinsip yang menjadi dasar atau motivasi seseorang melakukan atau mengerjakan sesuatu. Setiap orang tentunya memiliki etos kerja yang berbeda-beda menurut pemikiran dan pribadinya. Kebanyakan orang berpendapat bahwa bekerja asal berpenghasilan banyak dan menjadi kaya. Namun menurut saya yang terpenting dari bekerja ialah bahwa kita menikmatinya dan belajar dari pekerjaan kita. Seperti pak Tum, beliau bekerja sebagai satpam yang gajinya tidak besar, namun ia menikmati pekerjaannya dan juga belajar dari situ. Ia menikmatinya karena baginya pekerjaannya ialah untuk melayani sesama dan menolong orang lain. Ia juga banyak belajar selama 17 tahun menjadi satpam, yaitu bagaimana mensyukuri dan memaknai hidup meski dengan hidup yang sederhana.
Selain itu, saya juga sangat kagum karena meskipun pak Tum beragama Islam, beliau dapat bertahan bekerja di Gereja selama 17 tahun. Hal ini jelas-jelas menunjukkan bahwa beliau ialah orang yang tidak membeda-bedakan agama, seperti yang banyak orang lakukan sekarang ini. Beliau dapat membaur dengan sangat baik dengan umat Gereja tanpa melihat perbedaan agama. Beliau bahkan banyak belajar dari hubungannya dengan umat Gereja, ia belajar bahwa persaudaraan sejati membawa kedamaian yang menentramkan.
Kesimpulannya, seberapapun sederhana pekerjaan kita, seberapapun ’rendahnya’ pekerjaan kita di mata orang lain, asalkan halal dan kita nikmati, kita pasti mendapatkan banyak hal yang berguna. Dan yang paling penting ialah bahwa kita harus selalu menyertakan ajaran Tuhan dalam setiap pekerjaan kita, karena ajaranNya selalu baik dan menyejukkan jiwa.



Refleksi Meirna/15:

Etos kerja adalah sesuatu keyakinan seseorang yang mendasar sebagai panduan tingkah laku dalam hidupnya. Tiap manusia dalam bekerja memiliki tujuan yang berbeda-beda tapi yang paling utama biasanya untuk mencari nafkah dan kepuasan diri. Ternyata dibalik kepuasan diri tersebut tidak akan ada artinya apabila kita tidak menyertai Tuhan di dalam usaha kita di dalam bekerja.
Saya terkesan dengan Pak Tumiran yang memilih bekerja di Gereja meskipun beliau beragama islam atau seorang muslim. Ternyata kepercayaan agama tidak membuat halangan orang di dalam bekerja. Yang paling utama bagi Pak Tumiran adalah beliau dapat melayani umat-umat di gereja dengan tulus dan selalu menyayangi orang-orang yang ada di sekitarnya. Meski beliau menjadi satpam namun Pak Tumiran memiliki waktu yang tidak kalah banyak bagi keluarganya. Ia tidak pernah lupa bersyukur kepada Tuhan apa yang telah beliau dapatkan, begitu juga dengan pekerjaan yang ia dapatkan sebagai satpam. Ternyata 17 tahun beliau dapat melewati kehidupannya bekerja sebagai satpam dan komentarnya ia sangat nyaman sekali bekerja di Gereja. Meski terkadang kehidupannya tidak lepas dari kejenuhan, tetapi ia selalu menyukuri apa yang telah ia miliki. Karena baginya bekerja merupakan rahmat yang Tuhan berikan kepadanya untuk dapat melayani sesamanya.
Di dalam hidup kita memang selalu mengharapkan yang lebih dan lebih terus, hingga terkadang kita menuntut Tuhan untuk memberikan kita pekerjaan yang lebih baik. Kita dapat mencontoh Pak Tumiran seorang satpam yang sederhana yang memaknai hidupnya dengan rasa syukur meski pekerjaannya biasa saja. Baginya bekerja melayani orang lain misalnya dengan menjaga posko, mobil-mobil umat yang diparkir, menjaga wisma gereja membuat hatinya bahagia ketika usaha dalam melaksanakan tugasnya membuat orang lain senang.
Maka dari itu kita sebagai manusia harusnya dapat menyukuri apapun pekerjaan yang kita dapatkan dan tentunya kita harus melkukan tugas kita secara maksimal agar apa yang kita lakukan bermanfaat bagi orang lain dan memberikan kebahagiaan bagi orang lain. Tapi semuanya itu tidak lepas dari kuasa Tuhan, maka dari itu kita juga harus melibatkan kuasa Tuhan dalam bekerja atau melakukan sesuatu. Bekerja juga merupakan rahmat yang kita terima dari Tuhan untuk dapat melakukan tugas kita di dunia untuk melayani sesama kita di dunia. Dengan mengulurkan tangan kita bagi siapapun yang membutuhkan pertolongan kita, berarti kita memaknai hidup dengan ajaran Tuhan.

Refleksi Pribadi : Beta/XI Bahasa/8

Kesan pertama yang saya dapatkan pada saat saya dan Riri mewawancarai seorang trolley boy di sebuah hypermarket di Jakarta adalah saya merasa kasihan melihat orang tersebut mengerjakan pekerjaan yang amat sangat melelahkan, di mata saya. Saat itu saya berpikir pastilah imbalan yang ia dapatkan tidak besar. Bahkan mungkin tidak mencukupi untuk menghidupi keluarganya. Di antara rasa iba itu saya sempat berpikir itu disebabkan karena mereka yang tak menempuh pendidikan tinggi. Salah mereka sendiri. Kemudian terlintas di benak saya, bahwa mereka tak bersekolah tinggi pasti karena masalah biaya. Maka rasa iba itu kembali menyelimuti hati saya.
Saat melakukan wawancara, si trolley boy tersebut mengatakan bahwa ia merasa tak puas bekerja menjadi seorang trolley boy. Hal ini disebabkan karena gajinya yang tak besar, sementara tempat tinggalnya sangat jauh dari tempatnya bekerja, dan ia mempunyai banyak tanggungan keluarga. Memang, jika dilihat dari gaji dan prestise pekerjaan tersebut memang tak menguntungkan. Tetapi, menurut saya bagaimanapun pekerjaan yang kita dapatkan, kita perlu menyadari bahwa Tuhan hadir di dalamnya dan kita berkarya bersama Tuhan. Oleh karena itu kita harus memaknai pekerjaan kita sebaik-baiknya agar terasa manfaatnya bagi orang lain.
Untuk orang-orang seperti Andre, begitu sang trolley boy biasa dipanggil, arti bekerja hanyalah sekedar mencari uang untuk memenuhi kebutuhan hidup. Bahkan, ketika kami bertanya tentang nilai-nilai hidup yang ia peroleh dalam pekerjaannya, ia agak kesulitan menjawabnya. Saya pikir wajar saja ia mempunyai pola pikir seperti itu, toh ia memang terhimpit keadaan yang serba sulit. Dari situlah saya menyadari bahwa memang tak mudah memperoleh uang, apalagi jika pendidikan tidak tinggi. Oleh karena itu saya menjadi disadarkan untuk bersyukur dan tidak menghabiskan uang yang saya miliki atau uang orang tua saya, sebab ternyata pada kenyataannya masih banyak orang-orang di luar sana yang sangat berkekurangan, bahkan sampai tak bisa mencari nilai-nilai yang ia dapatkan di samping gaji. Hal itu terjadi karena ia hanya memikirkan bekerja untuk mencari uang saja.

Sang Instruktur.... (Dian/9, Ivana/10)




















TUGAS RELIGIO

XI BAHASA
Dian (9)
Ivana (10)

Kelompok kami memutuskan untuk mewawancarai seorang instruktur pengemudi yang bekerja di Sekolah Mengemudi Mangga Besar (PT Persemija) yang bernama Bapak Sugeng. Berikut hasil wawancara kami:

Bapak Sugeng, sebenarnya sudah berapa lama ya bekerja sebagai instruktur pengemudi di sini?
Ya udah cukup lama sih. Saya udah enam tahun tuh kerja di sini.

Sebelum bekerja sebagai insruktur pengemudi, bapak bekerja sebagai apa?
Dulu saya sempat jadi guru kecil-kecilan di desa saya.

Wah, hebat dong. Bapak memang tadinya mengajar apa?
Matematika.

Oh, bapak memang aslinya tinggal di mana? Di dekat sini juga?
Oh nggak. Sebenarnya saya tinggal di daerah Jawa sana. Terpaksa saya harus nyari uang lebih banyak untuk keluarga saya, ya jadinya saya ke Jakarta.

Lalu apa yang membuat bapak memilih untuk bekerja sebagai instruktur pengemudi?
Sebenarnya saya nggak dibolehin sama istri saya untuk bekerja yang membuat saya terlalu capek. Ya akhirnya saya sempat jadi supir, tapi cuma sebentar. Enggak sampai satu tahun. Terus saya diberitahu sama teman saya supaya jadi instruktur mengemudi saja. Ya udah saya melamar di Persemija ini. Tapi Alhamdulillah saya diterima dan saya suka banget sama pekerjaan saya ini. Mungkin karena saya dulu sempat jadi guru kali ya, jadi saya masih senang dengan pekerjaannya yang ada mengajar-mengajarnya.

Terus kenapa bapak nggak jadi guru di sini lagi saja?
Ah, nggak ah. Kalau guru-guru di Jakarta kan pintar-pintar. Saya sih belum sampai seperti itu. Makanya saya nggak berani ngelamar jadi guru di Jakarta. Udah pasti nggak diterima, de. Hahahaha….

Tapi kalau boleh saya tahu, apakah gaji di sini cukup untuk membiayai keluarga bapak?
Oh cukup kok.

Lalu apakah bapak pernah mempunyai pikiran untuk ganti pekerjaan lain? Ada nggak pekerjaan yang sebenarnya bapak harap-harapkan dari dulu?
Kalau sekarang sih nggak ada. Kayaknya saya ingin bekerja seperti ini saja sudah cukup kok. Tapi dulu sempat saya punya pikiran mau bekerja jadi montir, tapi nggak jadi. Saya takutnya kalau saya ganti pekerjaan, terus ternyata pekerjaan saya yang baru nggak enak, kan susah balik lagi ke pekerjaan semula. Takut nggak keterima. Sekarang saya merasa jadi instruktur mobil udah enak kok, de. Udah senang.

Apakah harapan Bapak Sugeng selama bekerja di sini?
Inginnya sih gajinya saya naik. Jadi saya bisa kirim uang lebih banyak ke keluarga saya di Jawa.


REFLEKSI PRIBADI:





(Ivana – XI Bahasa/10)

Seringkali saya berpikir seperti apakah kehidupan yang akan saya alami kelak saat dewasa nanti. Pekerjaan seperti apakah yang akan saya lakukan untuk mengisi masa depan saya. Apakah cita-cita yang saya miliki sekarang akan dapat saya capai, ataukah saya akan menjalani kehidupan/ karir yang tidak pernah saya pikirkan sebelumnya.
Semakin lama saya semakin menyadari bahwa apapun jalan kehidupan yang sedang kita lalui harus kita lalui dengan bersungguh-sungguh. Dengan kata lain keseriusan kita dalam menentukan cita-cita kita harus ditunjukkan melalui keseriusan kita dalam melalui setiap tahap kehidupan kita, baik dalam menghadapi hal-hal yang telah kita duga sebelumnya maupun yang tidak disangka-sangka. Seperti yang ditunjukkan dalam wawancara di atas, maka kita harus mampu melakukan yang terbaik dalam menghadapi tantangan-tantangan hidup yang senatiasa berubah-ubah. Kita harus selalu berkeyakinan bahwa Tuhan akan memberikan berkatnya apabila kita melakukan yang terbaik dengan tujuan yang baik pula.
Menurut saya, manusia tidak akan pernah mengetahui tujuan akhir kehidupannya dengan pasti, namun Tuhan senantiasa membekali kita dengan sebaik-baiknya dalam menempuh setiap jalan kehidupan. Oleh karena itu apapun yang nantinya menjadi tujuan hidup saya, bagi saya yang penting adalah bagaimana kita menempuh perjalanan dalam mencapai tujuan tersebut. Kebahagiaan hidup ada dalam perjalanan mencapai cita-cita kehidupan itu sendiri.





(Dian / 9)


Setelah saya melakukan wawancara kemarin, saya merasa bahwa saya harus lebih bisa menghargai hidup saya. Karena, saya yang bisa lebih dikatakan berkecukupan, setelah dibandingkan dengan orang-orang di luar sana, saya merasa bahwa saya harus bisa seperti mereka, lebih bisa bersyukur dan lebih bisa menerima apa yang sudah Tuhan berikan kepada saya, karena itulah saya bisa belajar mengenai kehidupan yang lebih sederhana dan dapat menghargai hidup.

Friday, April 25, 2008

Oong is the best!!







Laporan wawancara

Hari Kamis, 24 April 2008, saya dan Pingkan pergi ke Sekolah Santa Maria untuk mengerjakan tugas wawancara ini. Kami hendak mewawancarai pemilik warung indomie yang berjualan di depan sekolah. Pemilik warung itu sebenarnya bertiga, hubungan ketiganya adalah saudara kandung. Warung tersebut merupakan peninggalan ayah mereka. Sebenarnya mereke ada enam bersaudara, tetapi yang menjalankan warung tersebut hanya bertiga, yaitu Oong, Udin, dan Kiki. Kami berkesempatan untuk mewawancarai hanya salah satu dari mereka, yaitu Kiki. Kiki yang adalah anak kelima dari enam bersaudara itu. Saat kami temui, Kiki yang kelahiran Majalengka 22 desember 1982 sedang melayani salah atu pelanggannya. Kami memulai wawancara dengan menanyakan kenapa dia mau melakukan pekerjaan itu, ia menjawab bahwa sebenarnya keahlian dia hanya itu dan untuk meneruskan warung ayahnya. Ketika kami tanya suka dan duka berjualan seperti itu, awalnya ia menjawab “Nggak ada dukanya! Seneng terus!”, setelah kami tanya dengan lebih serius barulah ia menjawab bahwa sukanya adalah dia jadi punya banyak teman terutama dari anak-anak Santa Maria mulai dari TK sampai SMK atau bahkan anak asrama dan guru-gurunya. Sukanya lagi yang sudah pasti yaitu mendapat penghasilan untuk hidup. Sedangkan dukanya kalau ada yang ‘ngutang’ terus bayarnya lama. Orang-orang yang ‘ngutang’ biasanya adalah pelanggan yang hampir setiap hari makan disana, salah satunya adalah anak-anak sekolahan. Dukanya lagi adalah kangen keluarga di kampong. Walaupun mereka bertiga (Oong, Udin, Kiki) sering pulang kampung bergantian, tapi tetap saja Kiki masih suka merasa kangen keluarganya. Satu hal lagi yang tidak ia sukai di Jakarta adalah saat-saat banjir, “Ngerepotin!!” katanya. Bicara soal penghasilan, menurut Kiki penghasilannya berjualan indomie seperti itu sudah cukup. Yang dimaksud cukup adalah cukup untuk hidupnya dan keluarganya di kampung, cukup untuk membeli sawah di kampung, cukup untuk membeli motor, dan lain-lain. Lalu kami bertanya ,“Kalau suatu hari nanti penghasilannya udah nggak mencukupi untuk biaya hidup gimana?” dengan cepat Kiki menjawab ,”Waduh, jangan sampe deh. Amit-amit kalo sampe nggak cukup.”. Kiki sangat berharap hal itu tidak akan pernah terjadi. Bahkan ketika kami memintanya untuk membayangkan kalau sampai hal itu terjadi, dia benar-benar tidak mau memikirkannya padahal kami meminta seperti itu hanya agar kami tahu apa yang akan dia lakukan kalau sampai hal itu terjadi. Lalu kami bertanya berapa kira-kira penghasilan mereka dalam sehari. Awalnya mereka tidak mau menjawab dengan alasan malu. Tapi akhirnya mereka mau memberitahu penghasilan kotor mereka sehari, menurut mereka penghasilan yang mereka dapat kira-kira Rp 700.000,00 per harinya. Dengan penghasilan itulah mereka hidup. Tetapi Kiki tetap tidak mau memberitahu penghasilan bersih mereka. Satu pertanyaan terakhir kami, “Bahagia nggak kerja begini?”, dengan mantap ia dan Udin yang sedang berada disana juga menjawab, “Bahagia banget lah!!”



Felicita XI Bah-o6
Pingkan XI Bah-18


Refleksi Pribadi
Setelah mewawancarai Kiki, saya jadi tahu hal-hal yang semula tidak saya ketahui tentang dia. Saya sudah kenal Oong bersaudara sejak SD sekitar kelas 3, yang selama ini saya tahu dari mereka hanya bahwa mereka berjualan indomie di depan Santa Maria sudah sejak lama dan merupakan warisan dari ayah mereka. Saya tidak pernah memikirkan pertanyaan-pertanyaan yang saya tanyakan sewaktu wawancara yang lalu itu. Setelah wawancara itu saya baru tahu kalau mereka bisa berkecukupan hanya dengan berjualan indomie seperti itu. Saya sudah mengira bahwa penghasilan mereka berkecukupan untuk biaya hidup, tapi saya tidak tahu bahwa penghasilan mereka sudah cukup untuk membeli sawah dan lain-lain. Mungkin kalau nantinya mereka sudah tidak berjualan di Santa Maria lagi, mereka akan jadi petani dengan modal sawah yang sudah ada. Mendengar jawaban Kiki yang sangat optimis saat kami menanyakan apa yang akan dia lakukan kalau penghasilannya tidak mencukupi, saya jadi mulai berpikir bahwa ternyata salah satu faktor yang membuat hidupnya cukup dan bahagia adalah pikirannya yang selalu optimis dan positif. Saya tahu bahwa pemikirannya seperti itu dari cara mereka berjualan dan memberikan utang kepada pelanggannya. Mereka memberikan utang pada pelanggannya tanpa berpikir macam-macam dan tidak dengan muka yang tidak rela. Mereka memberi utang dengan muka yang sama seperti biasa dan hanya mengingatkan untuk membayar. Mereka bahkan terkadang tidak menagih hutang pelanggannya, walaupun menagih mereka melakukannya tidak dengan serius, seperti bercanda. Mungkin semua itu juga yang membuat para pelanggannya setia berlangganan disana. Salah satunya saya dan alumni-alumni Santa Maria yang lainnya. Bahkan kami yang sudah tidak sekolah di Santa Maria pun terkadang masih suka ‘ngutang’ dan mereka tetap meng-iya-kan walaupun kami jarang ke sana dan itu berarti entah kapan kami akan membayarnya. Mereka bertiga yang selalu berpikiran positif, sehingga apa yang mereka dapatkan positif juga. Pelanggannya yang berhutang selalu membayar, walaupun ada yang menumpuk hutangnya sampai lebih dari seratus ribu rupiah, lalu dia juga punya banyak kenalan, beberapa bahkan sering curhat karena merasa sudah dekat, ada seorang anak murid yang suka membiayai perbaikan warungnya karena tembok sampai kaca di warung itu sering ditulisi anak-anak Santa Maria sehingga perlu sering-sering dicat ulang.hampir semua yang ada di hidupnya yang selama ini saya kenal dan saya ketahui itu positif. Maka dari itulah dia selalu tampak bahagia dengan pekerjaannya sekarang. Dia selalu bersyukur atas apa yang dia dapatkan.


Felicita XI Bah-o6


Selama liburan ini, saya mendapat banyak tugas, salah satunya adalah pelajaran religiositas. Di pelajaran ini, saya ditugaskan untuk mewawancarai seorang pekerja yang berpenghasilan rendah atau yang berpenghasilan tinggi. Saya dan Feli dalam satu kelompok mewawancarai seorang pedagang makanan di depan sekolah Santa Maria. Dari hasil wawancara yang kami dapat, saya berpendapat bahwa, apapun pekerjaan yang anda lakukan, lakukanlah dengan senang hati, tetap optimis, walaupun uang yang di dapat tidak pasti setiap harinya. Dengan pekerjaan seperti ini, mereka masih tetap senang, bahkan mereka mendapat banyak teman-teman. Semua pekerjaan memang ada suka dan dukanya. Tidak semua pekerjaan yang kecil selalu banyak dukanya, kalau kita lakukan dengan senang hati, kita akan merasakan kesenangan tersendiri, dan nikmati saja pekerjaan yang anda lakukan. Semua beban akan terasa lebih ringan dan menjadi menyenangkan. Kita juga harus menghargai dan merasa puas dengan apa yang kita dapat, walaupun mungkin hasilnya tidak begitu besar, tetapi kita tetap bersyukur karena kita masih memperoleh hasil dengan kerja keras kita sendiri. Jadi, intinya, nikmatilah apa yang kamu lakukan.

Pingkan XI Bah/18

Refleksi Pribadi : RIRI – 12

Awalnya saya dan Beta bingung menentukan siapa yang akan diwawancarai. Tadinya kami sempat berpikir untuk mewawancarai seorang cleaning service. Tapi menurut saya, pekerjaan itu sudah tidak aneh lagi bagi kebanyakan orang. Akhirnya kami memutuskan untuk mewawancarai seorang trolley boy.

Yang dapat saya refleksikan dari wawancara ini, yaitu semakin menyadarkan saya bahwa memang manusia itu harus bekerja. Sekecil apapun yang kita lakukan, pasti sudah termasuk ke dalam kategori bekerja. Meskipun secara luas bekerja = mendapatkan gaji. Saya sempat kaget ketika mengetahui bagaimana Mas Andre yang tinggal di Tanjung Priok harus bekerja di Taman Mini. Terlihat bagaimana mereka sungguh berjuang untuk dapat hidup meskipun pas-pasan.
Kemudian, Mas Andre mengatakan bahwa ia bangga dengan pekerjaannya. Tampak bahwa memang seharusnya kita mencintai dan bangga dengan apa yang kita lakukan dan kita kerjakan. Terlebih lagi untuk kepentingan orang banyak. Dan adapula pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan untuk semakin memuliakan nama Tuhan.

Melalui hal ini, saya juga menyadari bahwa saya, sekarang ini juga adalah seorang pekerja. Hanya saja hasil yang saya dapatkan bukanlah gaji atau uang, tetapi ilmu. Saya juga melihat betapa banyaknya orang-orang di luar sana yang sangat sulit mendapatkan pekerjaan. Hal inilah yang semakin membukakan pikiran saya, bahwa apapun yang kita lakukan haruslah dikerjakan dengan sungguh-sungguh. Jangan sampai membuang kesempatan dan waktu yang ada dengan sia-sia.

Dan saya juga semakin menyadari, bahwa pekerjaan yang kita lakukan haruslah kita serahkan dan kita persembahkan bagi Tuhan. Dan yang terpenting adalah, kita harus bekerja dengan sepenuh hati dan jiwa tanpa adanya rasa tertekan. Oleh karenanya, kita harus sungguh-sungguh dalam bekerja dan melaksanakan tugas-tugas kita. Karena kita harus memberikan yang terbaik bagi Allah, sebagai wujud nyata iman kita...

Trolley Boy?!



by:
IGNATIA BENITA (BETA) - 8
MARIA BRAMANWIDYANTARI (RIRI) - 12

-Hasil Wawancara-

Pada hari Rabu, 22 April 2008 kami menuju sebuah pusat perbelanjaan di daerah Taman Mini, Jakarta Timur. Setelah berbincang-bincang sebentar dan merundingkan pertanyaan untuk wawancara di sebuah restaurant sambil makan malam, kami pergi menuju ke supermarket yang terdapat di sana. Awalnya kami sempat bingung dalam memilih siapa yang akan kami wawancarai. Tetapi pada akhirnya kami memilih Mas Andre, seorang trolley boy.
Pertama-tama, kami berkenalan dengan Mas Andre yang waktu itu sedang bekerja. Sesuai dengan profesinya, yaitu trolley boy, ia sedang mendorong-dorong dan merapikan trolley yang ada ke dalam barisan-barisan trolley. Mas Andre masih muda, usianya baru dua puluh satu tahun. Ketika ditanya, ternyata ia baru tujuh bulan bekerja sebagai seorang trolley boy. Berarti masih termasuk baru dalam pekerjaannya itu.
Pendidikan terakhirnya hanyalah STM, setara dengan SMA. Sebelumnya Mas Andre bekerja di perusahaan secure parking. Tetapi kemudian ia melamar berbagai pekerjaan lainnya, dan akhirnya sekarang bekerja di sini. Katanya, alasan Mas Andre bekerja adalah sebagai batu loncatan. Mungkin menambah pengalaman, siapa tahu bisa mendapatkan jabatan yang lebih tinggi dari yang sekarang.
Mengenai masalah gaji, Mas Andre menerima kira-kira Rp 900.000,- per bulan. Tetapi ketika ia masih training, gajinya hanya Rp 600.000,- (masa training selama 2-3 bulan). Jam kerjanya terbagi menjadi dua bagian. Ada shift pagi, dari pk 07.00 – 15.00 dan shift siang pk 14.00 – 22.00. “Kalo menurut saya, gajinya sih kurang.” Begitulah kata Mas Andre ketika ditanya apakah gaji yang diberikan sesuai atau tidak. Karena tugas seorang trolley boy memang tidak mudah. Mungkin ada yang menganggap remeh pekerjaan ini. Padahal pekerjaan ini membutuhkan kondisi tubuh yang kuat. Tugas-tugasnya antara lain yaitu sweeping trolley (bayangkan saja harus berkeliling satu mall hanya untuk membereskan trolley), kemudian mengurus trolley card, dan membantu para orang tua yang ingin menggunakan baby trolley (trolley dengan mobil-mobilan ataupun tempat duduk khusus bayi). Dan Mas Andre sendiri mempunyai tanggungan empat orang dalam keluarganya.
Menurut Mas Andre, bekerja sebagai seorang trolley boy sangat membanggakan. “Kalo saya sih bangga sama pekerjaan saya. Soalnya bisa bantu keluarga,” katanya. Keluarga Mas Andre juga tidak masalah dengan pekerjaannya itu. Mas Andre juga mengaku sangat senang bekerja sebagai seorang trolley boy, meskipun ia juga menginginkan untuk pindah kerja. “Seneng sih kerja di sini. Tapi pengen aja pindah kerja. Soalnya masih ngerasa belum sreg.” Begitu katanya. Bagi Mas Andre, kesulitan yang dialami selama bekerja yaitu saat banyaknya pengunjung. Mungkin sekitar akhir hingga awal bulan. Karena banyaknya orang yang berbelanja di sana, sehingga mau tidak mau Mas Andre harus bekerja lebih keras dari biasanya.
Menurut pengakuannya, Mas Andre masih belum bekerja secara maksimal. Baru setengah hati, karena masih baru. Tapi secara keseluruhan, ia senang dengan pekerjaannya. Mas Andre juga mengaku tidak terlalu susah beradaptasi dengan pekerjaan barunya ini. “Cuma sekitar dua minggu, lah!” katanya. Mas Andre juga mengatakan bahwa bos-nya baik dan enak. Tidak ada masalah dengan atasannya.
Tidak terasa kami sudah berbincang-bincang cukup lama dengan Mas Andre. Ada sedikit perasaan mengganggu karena ia sedang bekerja. Tetapi sebelum menyudahi wawancara ini, kami menanyakan dua pertanyaan terakhir.
Yang pertama yaitu hal-hal apalagi yang bisa diperoleh dari pekerjaannya selain gaji dan uang, dan Mas Andre menjawab,”Saya bekerja di sini, menambah wawasan saya dan pengalaman. Kemudian juga bagaimana saya mendapat teman-teman baru juga dan rasa tolong-menolong. Karena saya bekerja di sini untuk membantu orang lain juga.” Kemudian pertanyaan yang kedua adalah apa arti bekerja menurut Mas Andre. ”Ya, buat saya bekerja itu memenuhi kebutuhan sebagai manusia yang bernyawa.” Demikianlah perbincangan singkat kami dengan seorang trolley boy, yang bagi kami luar biasa, Mas Andre. Karena ia tinggal di Tanjung Priok, dan bekerja di Taman Mini. Kami melihat, bagaimana ia masih mau berjuang untuk mendapatkan uang dengan cara yang halal demi memperoleh kehidupan yang layak.



Yang Penting Halal !!!

Tugas Religiositas
XI Bahasa
Evelyn (5)
Michelle (16)

Photo





Kak Neni yang sedang membungkus barang salah seorang pembeli


Evelyn dan Kak Neni berfoto bersama ~~~~~~~~~~~~~~

Michelle dan Kak Neni berfoto bersama~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~



Wawancara


Pada hari Kamis 24 April 2008, kami, Evelyn dan Michelle mewawancarai Kak Neni seorang kasir di sebuah toko sepatu di Pasar Baru. Berikut ini adalah hasil wawancara kami:

Kami : Kakak sudah berapa lama yah kerja jadi kasir disini ?
Neni : Sudah empat tahun lebih

Kami : Kerjaan kakak apa saja ?
Neni : Macem-macem, selain terima uang dari pembeli saya juga bertugas untuk ngebungkus barang, dan beres-beres toko juga.

Kami : kakak kerja dari jam berapa sampai jam berapa ?
Neni : Saya kerja disini seharian. Dari jam 11an sampai jam 8an. Kalau masih ada pembeli yah sampai lebih maleman.

Kami : Suka dukanya apa Kak kalau kerja jadi kasir ?
Neni : Sukanya sih saya jadi kenal berbagai macam orang, kalau dukanya sih kalau ada orang iseng datang dan gangguin.

Kami : Kakak senang tidak kerja jadi kasir ? Kenapa ?
Neni : Hmm.. Senang kok. Tiap hari ketemu berbagai macam orang itu seru lho, terus saya juga punya banyak teman dan kenalan berkat kerja ini.

Kami : Kalau boleh tahu, kenapa yah kakak pilih pekerjaan ini ?
Neni : Sebenarnya bukan saya yang memilih pekerjaan ini, tapi keadaan yang memaksa saya kerja jadi kasir. Maklum saya cuma lulusan SMA, jadi saya hanya bisa kerja jadi kasir saja.

Kami : Kalau boleh tahu, gaji kakak cukup tidak untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari ?
Neni : Pas-pasan. Cukup untuk makan. Untuk kesenangan lain-lain seperti rekreasi itu jelas tidak mungkin. Soalnya kelaurga saya bergantung pada kerjaan saya yang cuman jadi kasir ini.
Kami : Kakak ada keinginan untuk kerja yang lain tidak ? Yang lebih baik ?
Neni : Jelas dong, kalau bisa saya mau kerja lain yang lebih baik. Saya serahkan semua pada Alloh. Mudah-mudahan saya bisa dapat kesempatan kerja yang lebih baik dari sekarang. Tapi sebenarnya bagi saya sih kerja apa saja juga boleh yang penting halal dan berkenan di hati Alloh.

Kami : Apa alasan kakak berniat mencari pekerjaan yang lebih baik ?
Neni : Yah.. Untuk dapat hidup lebih baik. Saya masih bercita-cita untuk dapat melanjutkan sekolah ke tingkat yang lebih tinggi. Meskipun mungkin sudah telat. Dan lagi saya memiliki tiga orang adik yang masih kecil-kecil. Kalau bisa saya ingin agar mereka dapat sekolah ke jenjang yang lebih tinggi.

Refleksi Pribadi

Evelyn (5)

Padatnya jumlah penduduk dan tingkat taraf berpikir masyarakat Indonesia semakin memperketat persaingan para kaum tua dan muda dalam mencari dan mempertahankan mata pencaharian yang telah menjadi tulang punggung hidupnya. Krisis ekonomi, besarnya pengeluaran daripada pendapatan membuat sejumlah lapangan kerja terpaksa harus gulung tikar dan membuat keputusan berat bagi para pegawai instansinya yaitu PHK (pemutusan hubungan kerja).

Ketidakpastian dan sempitnya lapangan kerja rupanya masih menjanjikan bagi para urban yang datang ke Jakarta. Jakarta dengan sejuta gemerlapnya masih tetap menghipnotis kaum urban untuk terus datang dan mencari kehidupan yang lebih layak..
Meskipum dalam kenyataannya mereka harus hidup dalam perjuangan yang cukup berat untuk mencukupi hidupnya di Ibukota Jakarta.

Dalam menjalani hidup ini manusia memang tidak boleh selalu merasa puas akan hidupnya karena dalam beberapa hal, perasaan puas seringkali membunuh kemampuan, semangat, dan kreativitas seseorang untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Akan tetapi setiap orang harus mampu mengontrol tingkat kepuasannya. Karena dalam beberapa keadaan tertentu ambisi akan menjadi keserakahan dan akan menghancurkan orang tersebut.

Dalam hidup ini banyak diantara kita yang cenderung bersikap cuek namun tidak sedikit yang cenderung tidak puas akan hidupnya. Cenderung selalu mengeluh dan memohon ini itu dalam doanya. Merasa tidak puas akan apa yang telah dikaruniakan Tuhan untuk hidupnya. Manusia selalu melihat keatas berusaha untuk menjadi seseorang yang “lebih” dan terkadang kebiasaan seperti itu pada akhirnya merugikan orang-orang disekitar kita.

Tuhan memang tidak menginkan manusia untuk terus memujinya dalam doa. Tuhan hanya ingin manusia bisa mensyukuri apa yang dikaruniakanNya pada manusia. Hanya saja seringkali manusia melupakan Tuhan saat mereka telah sukses.

Sebagai seorang anak kita seringkali tidak mensyukuri yang telah diberikan orang tua kepada kita. Seringkali kita terus meminta tanpa mengetahui beban orang tua dalam memenuhi kebutuhan hidup keluarganya.

Mungkin beberapa diantara kita dilahirkan dalam keluarga yang bercukupan. Sehingga seringkali kebutuhan kita selalu tercukupi. Namun hidup bukanlah sesuatu yang statis.. hidup terus bergerak naik dan turun adakalanya kita berada dalam kesusahan namun adakalanya kita berada dalam kebahagiaan. Karena itu kita tidak boleh menganggap orang lain lebih “rendah” , seperti melecehkan pembantu. karena adakalanya suatu saat nanti manusia akan berada dalam kesulitan dan kiita harus bisa menerimanya dengan lapang dada.

Untuk menjalani hidup kita selalu membutuhkan bantuan orang lain tidak ada seorang pu yang tidak pernah berelasi dengan orang lain dalam hidupnya. Pada awalnya manusia dilahirkan sebagai bayi yang lemah, tidak seorangpun yang begitu dilahirkan kedunia langsung dapat melakukan hal-hal yang dilakukan orang pada umumnya. Begitupun Yesus yang dilahirkan dalam wujud seorang bayi.

Kita tidak boleh menganggap orang lain lebih rendah. Karena dimata Tuhan kita semua adalah sama. Tuhan tidak pernah melihat manusia yang satu lebih rendah hanya karena apa yang dikerjakannya. Tanpa bantuan orang-orang lain seperti pembantu beban kita akan terasa lebih berat. Mereka pun yang bekerja sebagai pembantu tidak pernah bermimpi untuk menjadi seorang pembantu. Setiap orang selalu bercita-cita tinggi. Tidak ada seorangpun yang tidak berhak mangejar penghidupan yang lebih layak.

Tuhan tidak pernah membiarkan manusia untuk terus hidup dalam penderitaan. Maka itu, Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya manusia harus bekerja. . Manusia tidak boleh hanya berdiam diri dan mengubur talentanya. Tuhan menginkan kita untuk bisa mengembangkan talentanya berusaha dalam hidupnya memperbaiki dan mengatasi kekurangan yang dimilikinya. Seperti semboyan “Ora et Labora”. Tuhan mengaruniakan kemampuan dan talenta pada manusia agar manusia dapat mengembangkannya untuk menjadi seseorang yang lebih baik.

Setiap orang memiliki kemampuan dan kekurangannya masing-masing. Manusia diciptakan oleh Tuhan untuk dapat hidup saling melengkapi. Tuhan tidak akan membiarkan manusia tenggelam dalam kesengsaraan melebihi kemampuan kita. Tergantung bagaimana setiap orang memahami penderitaan yang ia rasakan dan mengambil hikmahnya.


Michelle (16)

Hidup memang tidak dapat ditebak. Antara cita-cita dan kenyataan tentu tidak dapat sama. Seringkali kita mengumpat jika keinginan kita tidak tercapai dan menyalahkan Tuhan. Kita lebih sering menuntut daripada mensyukuri. Kita tidak bersyukur atas segala yang kita miliki. Kita selalu melihat ke atas, bukan ke bawah, sehingga yang ada di hati kita hanyalah iri hati pada orang lain. Kita seharusnya melihat ke bawah, ke orang-orang yang menderita dan tidak mampu, yang bergulat hanya untuk sesuap nasi.

Setelah mendengar pernyataan dari kak Neni saya jadi merasa malu pada diri saya sendiri yang tidak pernah bersyukur.

Dia berjuang begitu keras untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari sedangkan saya hanya berharap tanpa berusaha setiap harinya.

Dia selalu bersyukur atas apa yang ada pada dirinya, meskipun hanya menjadi seorang kasir, dan saya selalu mengeluh atas segala yang saya miliki.

Selama ini saya sama sekali tidak pernah bersyukur atas kerja keras ayah saya yang berjuang untuk menghidupi saya . Saya tidak pernah berpikir bahwa untuk bekerja memenuhi kebutuhan sehari-hari adalah hal yang sulit.

Sekarang saya sadar bahwa untuk dapat berjuang di Jakarta ini sangatlah sulit. Persaingan sangat ketat, semua orang berjuang keras untuk menghidupi dirinya dan keluarganya. Bahkan untuk dapat memiliki pekerjaan yang rendah sekalipun mereka perlu bekerja keras. Ditambah lagi krisis ekonomi yang kerap kali melanda Negara kita ini yang semakin membuat masyarakat tercekik karena di PHK dan harga kebutuhan sehari-hari yang semakin hari semakin naik.

Banyak orang desa berusaha keras mengadu nasib di Jakarta ini, namun sangat disayangkan karena pada akhirnya mereka kalah dalam persaingan mencari lapangan kerja di Jakarta. Namun mereka tetap berusaha keras. Sedangkan saya sendiri hanya berharap diberi oleh orang tua saya.

Orang yang berhasil mendapat pekerjaan begitu bersyukur pada Tuhan dan melaksanakan pekerjaan mereka sebaik-baiknya seperti Kak Neni. Namun beberapa orang yang kilaf dan terlalu ambisius dan mengagungkan uang diatas segalanya mulai melupakan Tuhan dan prinsip hidup. Mereka mulai korupsi dan membuat orang lain menderita. Tapi pada akhirnya mereka terjerat oleh keserakahan mereka. Tuhan selalu melihat dan membalas kejahatan yang telah mereka timbulkan. Saya percaya bahwa dengan menghadirkan Tuhan dalam bekerja maka semuanya akan baik-baik saja dan dapat melalui cobaan dengan baik.

Dengan wawancara pada hari ini mata saya menjadi terbuka, bagaimana seseorang bekerja keras mencari nafkah dan menghadirkan Tuhan di dalamnya, bekerja sesuai dengan prinsip hidup mereka dan tidak melenceng dari norma-norma. Saya juga akan mulai bersyukur atas segala yang diberikan Tuhan pada saya dan mendoakan karier ayah saya agar selalu diberkati oleh Tuhan.

Amin...

Tugas Wawancara Religiositas Bianca XI Bahasa/2 dan Titi XI Bahasa /11

Tugas Mulia Sang Satpam








Pada hari kamis tanggal 23 April 2008,kami berdua ,Bianca dan Titi mewawancarai seorang satpam penjaga perumahan Pondok Mitra Lestari yang bernama Suryanto. Setelah meminta ijin kepada beliau untuk wawancara sebelumnya, kami pun mulai bertanya. Berikut laporan wawancara kami yang berbentuk tanya dan jawab.

Tanya : Selamat siang pak.Sebelum kami masuk lebih dalam kepada pekerjaan bapak sebelumnya kami bertanya apakah bapak sudah mempunyai keluarga?

Jawab : Ya..Saya sudah punya keluarga.saya punya satu istri dan satu anak.Anak
saya laki. Namanya Muhammad Faisal.

Tanya : Yah baiklah.Nah,kalau istri bapak kerja sebagai apa?

Jawab : Istri saya mah kerja di tekstil ngejahit .Garmen-garmen begitu.

Tanya : Wah,jadi istri bapak juga bekerja ya. Baiklah,pak.Sekarang kita masuk ke profesi bapak sebagai seorang satpam.Nah,apa sih tugas utama bapak sebagai seorang satpam?

Jawab : Tugas utama saya sih menjaga keamanan perumahan tempat saya bekerja,pondok mitra ini .Mengawasi kendaraan yang keluar masuk perumahan dan menanyai orang-orang yang ada kepentingan di perumahan ini.

Tanya : Ternyata tugas bapak benar-benar perlu kehati-hatian ya.Selain itu,apakah bapak punya pekerjaan lain selain menjadi seorang satpam?

Jawab : Usaha laen ada.Saya buka cuci steam motor di rumah.

Tanya : Cuci steam motor yah.Lumayan juga pak. Sekarang nih pak,kami berdua mau tanya apa saja suka-dukanya menjadi seorang satpam?

Jawab : Kalau sukanya jadi seorang satpam itu kita dihargai dan dihormati orang. Kalau dukanya sih suka dimarahin manajemen gara-gara negur orang.

Tanya : Negur orang? Mungkin bapak berpikir orang itu
mencurigakan. Yah..yah, kami mengerti.Nah,pertanyaan
berikutnya apakah penghasilan yang bapak dapat
mencukupi kebutuhan sehari-hari?

Jawab : Cukup sekali. Penghasilan saya berasal dari cuci steam dan istri saya pun ikut kerja,jadi cukuplah buat sehari-hari.

Tanya : Bagaimana pendapat bapak mengenai pekerjaan bapak
sebagai seorang satpam?

Jawab : Mulia. Karena saya mempertaruhkan nyawa untuk menjaga keamanan
Dan kenyamanan perumahan.

Tanya : Nah,sewaktu kecil dulu cita-cita bapak apa sih?

Jawab : Waktu kecil gak ada sih ,tapi dulu sempat pengen jadi dokter,tapi gak
kesampaian karena gak ada uang buat biayain.

Tanya : Kalau untuk saat ini,apa cita-cita bapak sekarang?

Jawab : Gak ada sih mau jadi apa..Tapi saya ingin menjalankan hidup dengan
baik-baik saja.

Tanya : Ini pertanyaan terakhir pak.Apa harapan dan tujuan hidup
bapak ?

Jawab : Harapan saya mudah-mudahan jadi karyawan tetap karena saya masih
jadi karyawan kontrak serta saya berharap diberi penghasilan banyak
dan kesehatan.

Tanya : Lalu untuk tujuan hidup bapak?

Jawab : mencari kawan atau saudara yang banyak..maksudnya berteman dengan setiap orang sehinggga bisa membangun silahturahmi antara sesama menurut agama serta beramal dan berbakti kepada Tuhan.


Refleksi Pribadi

Berdasarkan hasil wawancara saya dengan bapak Suryanto,saya melihat adanya perbedaan yang amat jauh antara kehidupan saya dengan si satpam . Saya tidak perlu bekerja keras untuk hidup tapi dia harus kerja keras sampai-sampai dia memiliki 2 pekerjaan untuk hidup. Selain itu saya juga sadar bahwa saya harus memanfaatkan kesempatan belajar agar mencapai cita-cita,karena bapak satpam sendiri ingin menjadi dokter tetapi tidak bisa karena masalah ekonomi. Saya kagum dengan bapak ini,karena dia rendah hati dan tidak muluk-muluk. Nilai-nilai yang saya tangkap dai bapak Suryanto ini adalah selalu rendah hati dan lapang dada menerima semua pemberian Tuhan baik itu baik ataupun kurang baik.

Oleh : Titi XI Bah/11




Refleksi Pribadi

Setelah mengadakan wawancara dengan bapak Suryanto yang berprofesi sebagai seorang satpam,saya kagum atas semangat bapak Suryanto dalam bertahan hidup di dalam kehidupan yang susah ini.Selain sebagai satpam ia pun membuka usaha cuci steam untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Bapak Suryanto tetap berusaha untuk bekerja walaupun pekerjaannya sendiri sebagai seorang satpam banyak menyita waktu dan tenaga.Selain itu saya kagum juga karena bapak Suryanto mau menjadi seorang satpam yang profesinya itu mempertaruhkan nyawanya sendiri untuk menjaga keamanan orang-orang yang ada di tempat kerjanya,Hal itu merupakan suatu hal yang patut dicontoh,mengingat saya sendiri adalah orang yang cenderung egois dan tidak mau mempedulikan orang lain.Suatu perasaan rela berkorban untuk kpentingan orang lain sangat membanggakan bila saya maupun orang lain mempunyai perasaan seperti itu.Nilai-nilai yang saya pelajari dari seorang sosok bapak Suryanto ini adalah sikap pantang menyerah dan rela berkorban untuk sesama Saya berharap kelak saya dapat mempunyai kedua sikap itu agar saya dapat menjalani hidup ini sebaik-baiknya.

Oleh : Bianca XI Bah/ 2

dr. Karina, SpB - Andin dan Tessa XI Bahasa / 7 dan 20


Untuk tugas kali ini, kami memilih untuk mewawancarai seorang dokter bedah plastik muda bernama dr. Karina, SpB. Pada siang itu, dr. Karina - yang konon adalah kakak ipar Andin - datang ke rumah Andin dan kami berdua pun mewawancarainya dalam suasana yang santai. Ditemani dengan segelas air dingin yang menyejukkan tenggorokan, kami pun memulai pembicaraan kami tentang profesi dr. Karina.

Dengan senyum ramahnya dan keceriaan yang jelas terdengar di suaranya, dr. Karina dengan sabar menjelaskan tentang profesinya kepada kami. Semuanya dimulai dengan alasan mengapa dr. Karina ingin menjadi dokter bedah plastik. Biasanya persepsi orang awam ketika mendengar profesi ini adalah untuk tujuan kecantikan semata, tetapi dr. Karina bisa menunjukkan kepada kami bahwa apa yang ia lakukan adalah lebih dari sekedar itu saja, melainkan untuk tujuan kemanusiaan.

Menurutnya, profesi dokter bedah plastik memiliki tujuan yang bisa memperbaiki body and soul, tidak seperti profesi dokter penyakit dalam atau dokter spesialis lainnya yang sebagian besar hanya memperbaiki body saja atau soul saja - misalnya psikiater. Dokter bedah plastik mampu memperbaiki fisik seseorang dan oleh sebab itu dapat meningkatkan kepercayaan dirinya, atau dengan kata lain, menyembuhkan mental atau soul seseorang. Dr. Karina memberikan contoh salah seorang pasiennya yang masih kecil tetapi bibirnya sumbing. Pasiennya ini tidak mau sekolah karena kekurangan fisiknya, sehingga setelah dioperasi, bibirnya sudah tidak sumbing lagi, dan kepercayaan dirinya pun muncul kembali.

Dr. Karina juga berkata bahwa setiap kali ia melakukan sebuah operasi, selalu ada saja ketakutan akan membuat dosa. Karena membedah seseorang, terutama dalam kasus ini adalah bedah plastik, sama saja kita mengubah apa yang sudah diberikan Tuhan kepada kita. Tetapi kalau dengan tujuan yang mulia - yaitu menyembuhkan fisik seseorang, seperti misalnya korban tawuran, bom, atau kebakaran, maka tidak bisa dikatakan bahwa profesi mbak Karina ini adalah dosa, bukan? Lain halnya kalau soal bedah estetika, karena yang diubah adalah sesuatu yang sudah indah tetapi terpaksa diubah demi memuaskan hasrat sang pasien yang terus saja tidak puas dengan tubuhnya yang ia miliki.

Dr. Karina mengaku pernah suatu hari menolak seorang pasien yang ingin membuat hidungnya lebih mancung, padahal tidak ada yang salah dengan hidungnya. Si pasien ini hanya merasa kurang puas dengan penampilan hidungnya. Dr. Karina pun secara mantap dan tegas menolak pasien ini, karena merasa tidak ingin mengubah sesuatu yang sebenarnya sudah indah demi materi. Masih banyak dokter - bahkan tak jarang dokter-dokter yang sudah senior - yang tergiur oleh kekuasaan materi, sehingga dengan alasan 'profesionalisme', mereka mau saja menerima pasien yang memiliki banyak uang dan tidak puas dengan tubuhnya yang sudah indah.

Selain itu, ketika kami tanyakan apakah dr. Karina pernah mengalami keharusan untuk mengambil keputusan yang sulit, dr. Karina pun bercerita tentang pengalamannya menghadapi seorang pasien yang bekerja di pabrik pemotongan kertas dan mengalami sebuah kecelakaan di tempat kerjanya sehingga tangannya terputus di antara ibu jari dan jari telunjuknya - jadi kalau tidak dioperasi, ia akan kehilangan 4 jarinya! - dan biaya operasinya bisa mencapai 20-25 juta rupiah. Namun sayangnya, perusahaan tempat ia bekerja tidak mau membiayai operasinya dan hanya akan memberikan uang 30 juta rupiah untuk diapakan saja olehnya, tetapi ia tidak dioperasi. Walaupun begitu, masih ada satu pilihan lagi, yaitu perusahaan akan membiayai satu kali operasi - sedangkan dalam kasus ini mungkin akan membutuhkan lebih dari satu kali operasi - tetapi ia dipecat dari pekerjaannya.

Mungkin karena pasien ini orang yang berkekurangan, maka ia memilih untuk mengambil uang 30 juta rupiah yang diberikan perusahaannya dan tidak dioperasi, sehingga oleh dr. Karina hanya dijahit saja lukanya agar rapi. Sambil menjahit lukanya, dr. Karina menangis membayangkan bagaimana seharusnya pasiennya ini bisa dioperasi dan mendapatkan seluruh fungsi jarinya dengan baik - karena umur pasien ini masih sekitar 23 tahun, masa depannya masih panjang - tetapi masa depannya saja sudah tidak jelas karena kehilangan 4 jari tangan kanannya yang tentu berguna bagi pekerjaannya, apapun itu nanti.

Kami cukup terharu mendengar cerita-cerita dari dr. Karina karena tidak menyangka ternyata dibalik stereotipe yang diberikan oleh orang-orang awam tentang profesi dokter bedah plastik - yang tujuannya hanya untuk kecantikan - masih ada begitu banyak rasa sosial dan kemanusiaan di diri dr. Karina dan banyak dokter bedah plastik lainnya. Kami pun sempat melihat beberapa foto dari laptop yang dr. Karina bawa dan melihat hasil pekerjaan dr. Karina.



Refleksi Pribadi Andin
Setelah mendengar begitu banyak kisah dibalik pekerjaan dr. Karina, saya yang selama ini menjadi adik iparnya - dan merasa sudah cukup banyak mengenalnya - saja masih terharu mendengar cerita-cerita yang dipaparkan oleh dr. Karina. Jujur, saya sendiri dulu juga bertanya-tanya, mengapa mbak Karin - demikian saya memanggilnya sehari-hari - mau menjadi dokter bedah plastik yang dulu saya kira hanya berurusan dengan kecantikan dan estetika saja. Tetapi saya mulai membuka diri dan berpikir, betapa mengharukan sebenarnya alasan dr. Karina ini. Pekerjaan dokter jujur saja adalah salah satu pekerjaan yang berbuat kebaikan dan dosa dalam waktu yang bersamaan. Berbuat kebaikan, karena membantu orang lain, tetapi berbuat dosa juga kalau kita tidak bekerja secara tulus dan mau dikuasai oleh uang sehingga tidak lagi bekerja sesuai dengan hati nurani kita.

Memang pekerjaan dr. Karina ini sangat menggiurkan karena dapat menghasilkan uang yang banyak, tetapi dr. Karina bisa mengontrol dirinya dan tidak memikirkan hanya materi saja tetapi bagaimana ia bisa berbuat banyak demi sesamanya. Saya berharap akan lebih banyak lagi orang-orang yang seperti dr. Karina ini agar dunia bisa menjadi lebih baik lagi.
Saya sendiri ingin sekali menjadi orang dengan profesi yang bisa membantu sesama dengan menyembuhkan body and soul mereka juga. Walaupun saya tidak akan menjadi dokter bedah plastik namun saya bertekad akan mencari pekerjaan lain yang cara kerjanya serupa.

Refleksi Pribadi Tessa
Setelah melakukan wawancara dengan dr. Karina, saya merasa bahwa profesi dokter, apapun jenisnya, merupakan suatu profesi yang membawa kesembuhan bagi orang-orang. Demikian juga dengan profesi dr. Karina, yang mungkin selama ini memiliki kesan negatif di mata masyarakat, ternyata malah memiliki suatu kelebihan, yaitu dapat menyembuhkan baik fisik maupun mental, seperti yang sudah dikatakan oleh dr. Karina pada wawancara tadi. Saya jadi menyadari bahwa kita tidak boleh melihat suatu profesi dengan cap jelek, sebelum kita mengenal profesi tersebut lebih dalam. Saya pun sangat terkesan dengan kata-kata dr. Karina, yang menyebutkan bahwa dirinya tidak mau mengubah yang sudah diberikan oleh Tuhan. Saya menjadi semakin menghargai dan mengerti, apa yang sudah diberikan Tuhan kepada kita, sebenarnya merupakan suatu anugrah yang sangat besar.

Tuesday, April 15, 2008

Selamat Datang di Blog sebelasbahasasanur0708

Blog ini adalah sebagai tempat apresiasi bagi anak-anak kelas XI Bahasa, Sanur, 2007-2008.