Selama hampir 2 tahun kami bersekolah disini, jadi kami pasti mengerti kalau ada yang menyebut ‘om kantin pinggir’. Ya, kebanyakan anak Sanur memang tidak tahu siapa nama asli si om yang bersangkutan, tapi kita hanya mengenalnya dari aktivitasnya tiap hari saat menyiapkan makanan buat kita semua bersama beberapa pegawainya, juga dari letak kiosnya di sudut paling kiri kantin – yang memunculkan panggilan ‘om kantin pinggir’ dari anak-anak Sanur. Mengingat eksistensinya -sebagai penyedia konsumsi sehari-hari- yang cukup vital bagi murid-murid seperti kita, jadi kami rasa tak ada salahnya kami mengulas sedikit lebih jauh tentang si om yang sebenarnya bernama asli Biantoro Setiawan ini.
Om Pinggir –kami memutuskan memanggilnya begitu mengingat nama inilah yang lebih familiar bagi komunitas Sanur- sudah 3 tahun lebih berjualan di kantin Sanur, tepatnya sejak 18 Agustus 2004. Sebelumya si om adalah seorang kontraktor yang juga nyambi kerja sebagai pengusaha travel dan kafe, namun tawaran dari Suster akhirnya membawanya bekerja di kantin Sanur sampai sekarang. Si om menerima tawaran tersebut karena ia suka menghadapi anak-anak, terutama anak kecil yang menurutnya lucu dan menggemaskan.
Di kantin Sanur, Om Pinggir tidak bekerja sendirian. Ia dibantu oleh 3 orang karyawan, yang hampir semuanya sudah ikut bekerja bersama si om sejak awal kantin si om dibuka. Ketiga karyawan ini adalah Siti, Tri, dan Yati. Lalu istri si om kemana? Kok tidak pernah terlihat di kantin? Ternyata istri si om sibuk dengan pekerjaannya sebagai karyawan bank sekaligus pengusaha catering. Jadi sejauh ini, peranan si tante dalam mendukung usaha kantin si om ‘hanya’ memberi resep dan juga menciptakan menu-menu baru agar kita tidak bosan, meskipun sebenarnya peranan si tante kurang tepat kalau kami sebut ‘hanya’.
Demi mengisi ruang kosong di perut anak-anak Sanur, setiap harinya si om berangkat dari rumahnya di Jelambar, Jakarta Barat pukul 7 pagi. Setibanya di Sanur, bersama ketiga pegawainya si om bergegas menyiapkan peralatan-peralatan masak dan bahan makanan yang akan disajikan nanti. Kantin si om buka setiap harinya dari jam 8 sampai jam 3 sore. Kira-kira berapa keuntungan yang si om dapat setiap harinya? Ternyata si om tidak pernah menghitung, atau tepatnya tidak pernah sempat menghitungnya, karena setipa saat kantin selalu penu dibanjiri anak-anak yang kelaparan ingin segera makan, jadi si om sendiri tidak tahu dan tidak begitu peduli berapa besar yang sudah ia dapatkan tiap harinya. Meskipun begitu, si om sempat mengeluhkan kondisi kantin yang tidak selaku sebelumnya, seperti 2 tahun lalu saat kantin sedang laris-larisnya. Om Pinggir bererita, 2 tahun lalu ia sampai harus mempekerjakan 5 orang pegawai, bahkan sampai istri si om pun harus ikut turun tangan. Sekarang, termasuk si om, di kantin itu hanya ada 4 orang.
Tapi, apakah si om senang bekerja di kantin Sanur? Dengan pasti ia menjawab ya, karena –seperti yang sudah ia sebutkan tadi- ia suka anak-anak. Lalu dukanya? Para pegawai om ikut menjawab, sekolah jarang memberi informasi kalau anak-anak akan dipulangkan lebih cepat, jadi makanan yang sudah disiapkan sering mubazir. Selain itu, anak-anak SD banyak yang sering berhutang dan lupa membayar. Namun si om bisa maklum, baginya itu wajar karena anak SD memang uang sakunya tidak sebanyak anak SMP atau SMA, jadi ia tidak keberatan kalau mereka hanya mampu membayar sesuai banyak uang yang mereka punya, meskipun kurang dari harga makanan yang seharusnya.
Rencana kedepannya, apakah si om masih ingin bekerja sebagai ‘juragan kantin’? Jawabannya: serahkan saja pada Tuhan. Kata si om, ia tidak mau berencana karena Tuhan sudah punya rencana sendiri buatnya.Si om masih ingin berada di kantin Sanur, tapi sekali lagi, semua itu ia pasrahkan pada kehendak Tuhan. Kalau Tuhan ingin saya disini, maka disinilah saya, begitu ucapnya menutup perbincangan kami.
REFLEKSI PRIBADI (YUKE - 22)
Saya kagum dengan si om, karena zaman sekarang ini tentu jarang ada orang yang mau bekerja di kantin sekolahan, mengingat besarnya keuntungan yang tidak tetap tiap bulannya. Tapi si om tetap bertahan di Sanur dan tetap mencintai pekrejaannya atas dasar rasa cintanya terhadap anak-anak. Jujur, saya ingin bisa seperti si om, bekerja atas dasar hati dan bukannya materi.
REFLEKSI PRIBADI (TIARA – 17)
Om telah melakukan suatu pekerjaan yang sederhana secara manusiawi. Namun dengan motivasi yang begitu mulia, ia telah menunjukkan eksistensi yang lebih berbeda dan memberikan warna yang positif bagi kehidupannya. Bagi saya, motivasi utama dari seorang pribadi yang begitu sederhana ini dapat menjadi inspirasi yang begitu luar biasa. Saya dapat belajar untuk lebih memaknai segala hal yang terjadi di dalam hidup dengan penuh rasa syukur dan lebih menyerahkan diri sepenuhnya ke dalam rencana Tuhan. Keuntungan secara materi tidak pernah menjadi tujuan utama dalam setiap pekerjaan yang dilakukan oleh Om Biantoro. Secara jujur ia menjalani profesi ini sebagai rasa cintanya pada anak-anak dan keinginan untuk melayani orang lain. Dengan melihat kenyataan ini, kita patut bercermin diri dan berusaha untuk melakukan pekerjaan dan tanggung jawab, bukan sebagai sarana untuk mencari kemuliaan diri, akan tetapi lebih kepada pelayanan yang penuh terhadap Tuhan dan sesama.